ANGINA PEKTORIS, LAPORAN PENDAHULUAN


TUGAS INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN ANGINA PEKTORIS



http://medlab.id/wp-content/uploads/2016/05/logo-stikes-rajawali.png





OLEH:
AZWARLI
4116105











PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2016



A.    Angina Pektoris
1.      Defenisi
Angina pectoris nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin & Elizabeth, 2009)
Angina pektoris adalah suatu syndrome klinis yang ditandai dengan episode atau perasaan tertekan di depan dada akibat kurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat. (Smeltzer & Bare, 2001 : 779)

2.      Etiologi
Penyebab dari angina pektoris antara lain : ateroskelerosis, spasme pembuluh koroner, latihan fisik, pajanan terhadap dingin, makan makanan berat dan stress. Karen hal ini kelanjutan dari stenosis aorta berat, insufiensi atau hipertropi kardiomiopati tanpa disertai obstruksi, peningkatan kebutuhan tubuh metabolic, takikardi paroksimal (Barbara C Long, 2006)
Angina pectoris berkaitan dengan penyakit jantung koroner dteroskterosis, dan merupakan kelanjutan dari stenosis aorta berat, insufiensi atau hipertropi kardiomipati tanpa disertai obstruksi peningkatan kebutuhan metabolic, takhikardia paroksimal. Penyebab paling umum adalah aterosklerosis, digolongkan sebagai akumulasi sel-sel otot halus, lemak, dan jaringan konektif lapisan intimia elteri. Suatu plaque (plak) fibrous adalah lesi khas dari ateriosklerosis (Smaltzer & Bare, 2001)
Penyebab lainnya adalah spasme arteri koroner. Penyempitan dari lumen pembuluh darah terjadi bila serat otot halus dalam dinding pembuluh darah koroner, dapat mengiringi terjadinya iskemik actual / perluasan dari infark miokard. Sedangkan penyebab lain dari asteroskterosis yang dapat mempengaruhi diameter lumen pembuluh darah koroner dapat berhubungan dengan obnormalitas sirkulasi (Udjianti, 2010)

3.      Patofisiologi
Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan sakit dada kekurangan oksigen; suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara.  Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan pembuluh darah koroner menyediakan oksigen secukupnya untuk kontraksi miokard
Telah diketahui bahwa sel endotel pembuluh darah mampu melepaskan endothelial derived relaxing factor (FDRF) yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah, dan endothelial derived constricting factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi pembuluh darah
Pada keadaan normal, penglepasan EDRF terutama diatur oleh asetilkolin melalui perangsangan reseptor muskarinik yang mungkin terletak di sel endotel.  Berbagai substansi lain seperti trombin, Adenosin Difosfat (ADP), adrenalin, serotonin, vasopresin, histamin dan noradrenalin juga mampu merangsang penglepasan EDRF, selain memiliki efek tersendiri terhadap pembuluh darah
Pada keadaan patologis seperti adanya lesi aterosklerosis, maka serotonin, ADP dan asetilkolin justru merangsang penglepasan EDCF.  Hipoksia akibat aterosklerosis pembuluh darah juga merangsang penglepasan EDCF. Berhubung karena sebagian besar penderita AP juga menderita aterosklerosis di pembuluh darah koroner, maka produksi EDRF menjadi berkurang sebaliknya produksi EDFC bertambah sehingga terjadi peningkatan tonus A. Koronaria
Adenosin sebenarnya memiliki efek kardioprotektif karena substansi ini menghambat penglepasan enzim proteolitik, menghambat interaksi endotel dan neutrofil, menghambat agregasi platelet dan menghambat interaksi penglepasan tromboksan.  Akan tetapi, Crea, dkk (1990) telah membuktikan nyeri dada angina adalah disebabkan karena adenosine
Nyeri dada AP terutama disalurkan melalui aferen saraf simpatis jantung.  Saraf ini bergabung dengan saraf somatik cervico – thoracalis pada jalurascending di dalam medulla spinalis, sehingga keluhan angina pektoris yang khas adalah nyeri dada bagian kiri atau substernal yang menjalar ke bahu kiri terus ke kelingking tangan kiri.




















4.      WOC










































5.      Klasifikasi
Menurut Corwin & Elizabeth (2009) klasifikasi dari angina pektoris terdiri dari:
a.       Angina stabil /angina klasik, terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen
b.      Angina prinzmetal (varian) terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada keadaannya, sering terjadi pada saat istirahat atau tidur
c.       Angina tidak stabil merupakan kombinasi angina klasik dan angina varian, dan dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner yang memburuk. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai perkembangan thrombus yang mudah mengalami thrombus

6.      Manifestasi Klinis
Menurut Corwin & Elizabeth (2009) manifestasi klinis dari angina pektoris adalah sebagai berikut:
a.       Nyeri seperti diperas atau ditekan di daerah pericardium atau substernum dada, kemungkinan menyebar ke lengan, rahang, atau toraks
b.      Pada angina stabil dan tidak stabil, nyeri biasanya berkurang setelah istirahat
c.       Pada angina prinzmetal tidak mereda dengan istirahat tetapi biasanya menghilang dalam 5 menit

7.      Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Corwin & Elizabeth (2009) pemeriksaan diagnostik dari angina pektoris adalah sebagai berikut:
a.        Dapat terjadi perubahan di segmen ST pada EKG
b.      Daerah yang mengalami penurunan aliran darah dapat diamati dengan menggunakan pencitraan radioaktif selama episode angina sebagai bagian dari uji toleransi (exercise stress test)
c.       Enzim dan protein jantung mungkin diukur untuk menyingkirkan kemungkinan infark miokard

Sedangkan menurut Doenges (2000), pemeriksaan diagnostik sebagai berikut:
a.        Enzim/isoenzim jantung, biasanya DBM: Meningkat, menunjukan kerusakan mikroard
b.       EKG : biasanya normal bila pasien istirahat tetapi datar atau depresi pada segmen ST gelombang T menunjukan iskemia. Peninggian ST atau penurunan lebih dari 1 mm selama nyeri tanpa  abnormalitas bila bebas nyeri menunjukan iskemia mikroard transient. Distrimia dan blok  jantung juga ada.
c.        Pemantauan EKG 24 jam  holter : dilakukan untuk melihat episode  nyeri sehubungan dengan segment ST berubah depresi ST tanpa nyeri menunjukan iskemia
d.       Foto dada : biasanya normal : namun ilfiltrat munkin ada menunjukan decompensasi jantung atau  komplikasi paru
e.        PC02 kalium dan laktat miokard : mungkin meningkat selama serangan angina. Semua berperan dalam iskemia miokard dan dapat menimbulkannya
f.        Kolesterol/trigeliserida serum : munkin meningkat factor resiko CAD
g.       Pacu stress-takikardi atrial : dapat menunjukan perubahan segmen ST. LVEDP  dapat meningkatkan atau masih statis dengan iskemia. Meninggi dengan nyeri dada atau perubahan ST diagnostic iskemia
h.       Pemeriksaan pencitraan  nuklir : thalium 201 : area iskemia tampak sebagai sebagai area pengambilan taliumnya menurun
i.         Kateterisasi jantung dengan angiografi : diindikasikan pada pasien pda iskemia yang diketahui dengan angina atau nyeri dada tanpa kerja, pada pasien pada kolesterolmia dan penyakit jantung keluarga mengalami nyeri dada, dan pasien dengan EKG  istirahat abnormal

8.      Penatalaksanaan
Menurut Corwin & Elizabeth (2009) penatalaksanaan dari angina pektoris adalah sebagai berikut:
a.       Pencegahan dengan menggunakan aspirin kadang diprogramkan untuk mencegah gejala angina. Demikian juga untuk individu ynag rentan angina di sarankan untuk menghindar stresor yang diketahui memicu serangan angina klasik, seperti bekerja dalam lingkungan angina
b.      Teknik invasif seperti percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA, lesi aterosklerotik berdilatasi dengan bantuan kateter yang dimasukkan menembus kulit ke dalam arteri fermolaris atau brakialis dan didorong kejantung. Setelah berada di pembuluh yang sakit, balon di dalam kateter digembungkan. Hal ini akan memecah plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri korener yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh “baru” ini. Pembuluh yang paling sering yang di gunakan untuk trasplatasi adalah vena safena atau arteri mamaria interna. Respon awal terhadap PTCA tampaknya baik, tetapi pembuluh sering (20-40%) kembali mengalami sklerosis dalam beberapa bulan. Pemasangan slang artificial, atau stent, kedalam arteri agar tetap terbuka memeperbaiki keberhasilan teknik ini. Stent yang dilapisi obat dapat menurunkan frekuensi restenosis stent. Bedah pintas korener menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka panjang. Karena penyebab angina adalah insufisiensi oksigen untuk memenuhi kebutuhan energy jantung, pengobatan angina ditunjukan untuk menurunkan kebutuhan energy.
c.       Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurunkan kerja jantung sehingga  kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk  adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya, berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolic akhir, volume sekuncup, dan curah jantung.
d.      Nitrogliserin dan nitrat lain berkerja sebagai dilator kuat sistemvena sehingga menurunkan aliran darah vena kembali ke jantung. Penuruna aliran balik vena menurunkan volume diastolic akhir sehingga jantung dapat mengurangi volume sekuncupnya. Nitrat  menyebabkan dilatasi system arteri, menurunkan afterload (beban hilir) yang harus dilawan oleh pompan jantung dan meningkatkan aliran darah korener. Arteri  korener ysng sedang mengalami spasme dapat berdilatasi. Semua efek ini menurunkan ketidakseimbangan kebutuhan versus suplai oksigen, dan nitrogliserin yang diberikan secara sublingual (dibawah lidah) biasanya merdahkan angina.
e.       Penyekat adrenergic beta merupakan angina dengan menurunkan kecepatan denyut dan kontraktilitis jantung sehingga kebutuhan oksigen berkurang. Penyekat saluran kalsium menurukan afterload yang harus dilawan oleh pompa jantung dengan mendilatasi arteri dan arteriol di sebelah di sebelah hilir. Penyekat saluran kalsium tidak boleh digunakan pada pasien berisiko mengalami gagal jantung.
f.       Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung

9.      Komplikasi
a.       Aritmia supraventrikular
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun, jika takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan
b.      Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder
c.       Sistole prematur ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik. Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas selanjutnya
































B.     Asuhan keperawatan
1.      Pengkajian
Tanggal Masuk                              :
Tanggal Pengkajian                       :
Ruang                                            :
a.      Identitas pasien
1)      Klien
Nama                                            :
Umur                                            :
Jenis Kelamin                               :
Status marital                               :
Agama                                          :
Suku bangsa                                 :
Pendidikan                                   :
Pekerjaan                                     :
Alamat                                         :
2)      Penaggung Jawab
Nama                                            :
Alamat Rumah                             :
Hubungan dengan klien               :

3)      Data Medik
Diagnosa medik
-          Saat masuk                              : Angina pektoris
-          Saat pengkajian                       : Angina pektoris
4)      Riwayat kesehatan saat ini
Alasan kunjungan/keluhan utama : nyeri dada yang menjalar keleher dan bahu disertai dengan sesak napas, sesak muncul saat klien membantu tetangganya mengangkat barang-barang, nyeri berlangsung selama ± 30 menit, selama 5 menit klien mengeluh pada saat nyeri dada nafasnya juga terasa sesak dan semakin berat setelah beraktivitas.
5)      Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah di derita oleh klien adalah hipertensi selama 7 tahun, dan klien kadang-kadang sering berobat ke puskesmas terdekat. Obat yang digunakan anti hipertensi, nitrogliserin, klien merokok 2 bungkus dalam  1 hari , klien juga kadang-kadang sering mengkonsmi kopi
6)      Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan dari keluarga memiliki penyakit hipertensi yaitu dari bapak klien



Genogram:
 





                                                  
 

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal     :
                              : Klien
: Tinggal satu rumah

7)      Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi :
a)      Keadaan Sebelum sakit
Sebelum sakit nafsu makan klien baik dengan frekuensi 3x sehari jumlah sedang namun klien jarang makan yang berserat dan suka sekali makanan yang asam da berkuah. Klien sebagai IRT dengan aktivitas yang tidak terlalu berat dan minum air putih ± 1600cc/24 jam.
b)      Keadaan sejak sakit
Sejak sakit nafsu makan klien baik klien dapat menghabiskan porsi makanan yang diberikan, klien tidak ada mual dan muntah. Nyeri ulu hati/perut bagian kanan bawah (-), klien diberikan diet tinggi serat dan rendah lemak klien minum air putih hanya ± 750cc , dan terpasang infus 20 tetes/menit
Pola eliminasi :
a)      Keadaan sebelum sakit
Sebelum sakit frekuensi BAB klien normal dengan frekuensi 1x sehari dan terkadang 2 hari satu kali. Klien tidak menggunakan obat pencahar dan tidak ada keluhan dalam BAB. Sedangkan BAK klien sebelum sakit  ± 5x dalam sehari (± 1000cc), keluhan BAK tidak ada.
b)      Keadaan sejak sakit
Sejak sakit frekuensi BAB 1x/24 jam waktu pagi hari, keluhan BAB tidak ada sedangkan BAK klien dalam 24 jam dengan volume (± 1600 cc),  warna urin kuning, saat ini klien terpasang kateter.
Pola istirahat/tidur :
1)      Keadaan sebelum sakit
     Sebelum sakit klien tidur siang selama ± 1 jam, dan tidur malam ± 7 jam tanpa adanya keluhan tidur.
2)      Keadaan sejak sakit
Sejak sakit tidur klien terganggu terutama pada malam hari kualitas tidur menurun karena klien mengatakan tidurnya tidak nyeyak karena adanya nyeri. Tidur siangnya ±1 jam, tidur malamnya ±7 jam



Pola aktivitas dan latihan :
1)      Keadaan sebelum sakit
Sebelum sakit klien beraktivitas dengan baik dan mandiri baik perawatan diri maupun menjalani pekerjaan rumah sebagai Wiraswasta
2)      Keadaan sejak sakit
Semenjak sakit pekerjaan klien sebagai Wiraswasta lebih banyak dibantu oleh anaknya, klien tampak lemah dengan aktivitas perawatan diri sebagai berikut:
a.    Makan                                    : 2
b.    Mandi                                     : 2
c.    Berpakaian                             : 2
d.   Kerapian                                : 2
e.    BAB                                      : 3
f.     BAK                                      : 3
g.    Mobilisasi di tempat tidur     : 2


Keteraangan
0 = Mandiri
1 = Bantuan denan alat
2 = Bantuan dengan orang
3 = Bantuan orang dan alat
4 = Bantuan penuh
 
 












b.      Pengakajian Head to toe
1)      Kepala
Bentuk kepala simetris, warna rambut hitam dan beruban, kulit kepala kurang bersih, benjolan tidak ada, nyeri/pusing (+)
2)      Mata
Ketajaman penglihatan baik, dengan visus 5/6. Alis simetris, konjungtiva ananemis tidak ada peradangan, sklera an ikterik, pupil bulat, anisokor, reaksi terhadap cahaya miosis refleks pupil normal. Lapang pandang normal, keluhan sedikit pandangan berkunang-kunang
3)      Telinga
Telinga simetris kiri dan kanan warna sawo matang, tidak ada lesi dan gangguan pendengaran. Fungsi pendengaran dengan tes rinne dan weber normal, nyeri (-) dan klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran
4)      Hidung dan sinus
Hidung klien simetris, ukuran sedang, sttruktur dalam merah muda dan fungsi penciuman normal tidak ada pendarahan dan keluhan penciuman
5)      Mulut dan tenggorokan
Bibir merah kecoklatan dan simetris, kelembapan kurang dan bibir klien kering, lesi tidak ada. Gigi kurang bersih dan ada caries gigi, klien tidak memakai gigi palsu fungsi menguyah dan mengecap baik, reflek menelan baik dan tidak ada keluhan dalam menelan

6)      Leher
Tidak ada pembesaran KGB, pembesaran leher dan kelenjar tiroid (-) kaku kuduk tidak ada, kesulitan menelan (-)
7)      Thoraks
I :   Bentuk simetris, pernapasan dalam dan cepat dengan RR 30x/menit, ekspansi paru kiri dan kanan sama
P :  Tactil fremitus seimbang kiri dan kanan, benjolan (-)
P :  Sonor
A:  Vesikuler, whezing (-), ronchi (-)
8)      kardiovaskuler
I :   Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba pada ICS ke 5, Nadi 110x/menit, TD 130/90 mmHg
P :  Redup pada ICS ke 2-5
A:  BJ I (Lup saat berkontraksi) dan BJ II  (dup saat relaksasi), tidak ada bunyi mur-mur dan gallop
9)      Abdomen
I : Tidak ada benjolan pada perut, tampak simetris warna kulit sawo matang asites (-)
A: Bising usus 5 x/menit
P : Nyeri tekan  (-), tidak teraba benjolan
P : Tympani

c.       Data laboratorium
1)      Pemeriksaan Darah : 6-10-2015
Hb                      : 12 gr%
Leukosit                         : 1000 ml
2)      Enzim jantung
LDH                   : 200 U/L
Troponin             : 0,20 Ug/L
3)      Pemeriksaan elektrolit
Kalium                : 3,8 mEq/L
Natrium              : 120 mEq/L

d.      Hasil pemeriksaan diagnostik yang lain
1)      EKG: TD 150/100 mmHg, Nadi 105 x/menit, Terpasang monitor dan EKG (hasil: segmen ST elevasi)
2)      Heart monitor: PO2 90 %, PCO2 74%
3)      Ecocardiogram : Ef 22 %, dilatasi LV dan LA, hipokinetik global
e.       Pengobatan
1)      Obat-obatan
a)      Obat pertama:
-          Nitrogliserin sublingual 0,3-0,6 mg di berikan waktu terjadi serangan
-          Isosorbit mono/dinitrat di berikan untuk pencegahan serangan
-          Salep nitrogleserin penghambat betaadrenergik
-          Antagonis kalsium di anjurkan diltiazem atau verapamil
b)      Diet:
Memberikan makanan lunak yang mudah dicerna, tidak mengandung kolestrol serta makanan yang memacu kerja jantung.















2.      Analisa Data
Nama pasien    :
Usia                 :
No
Data
Penyebab
Masalah
1.
DS:
-          Klien mengatakan Nyeri dada yang menjalar keleher dan bahu,
-          klien mengeluh lehernya seperti terjepit dan terbakar.
DO:
-          Nyeri berlangsung selama 30  menit dengan durasi 5 menit,
-           skala nyeri 7
-          Klien tampak meringis
-          TD 150/100 mmHg
-          Nadi 105 x/menit
Iskemia miokardial
Nyeri
2.
DS: Klien mengatakan mengalami sesak, dan leher terasa terjepit dan terbakar
DO:
-          Klien tampak sesak
-          RR: 30x/menit
-          CRT: < 3 detik
-          Kulit tampak kering
-          Akral teraba dingin
-          Klien tampak pucat
Perubahan inotropik (iskemia miokard)

Penurunan curah jantung

3.
DS : Keluarga Klien  mengatakan  klien kecelakaan dari sepeda motor dan dada klien terbentur ke kepala motor
DO :
-          RR 30 x/ menit
-          Sesak napas (+)
-          Penggunaan otot bantu pernapasan (+)
-          Napas dangkal dan cepat
-          PaO2 90 %
-          Tedapat bunyi napas ronchi (+)
-          Dari hasil pemeriksaan radiologi thorak didapatkan akumulasi udara di rongga pleura
Penurunan ekspansi paru
Pola napas tidak efektif


3.      



































3. Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan iskemia miokard
b.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik
c.       Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


4.      Rencana Asuhan Keperawatan
Nama pasien       : Tn. W
Usia                    : 53  Tahun
No
Diagnosa
Tujuan / KH
Intervensi
Rasional
1
Nyeri b.d iskemia miokardial
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri teratasi/ berkurang
KH:
·         Klien melaporkan rasa sakit / nyerinya berkurang / terkontrol
·         Klien tampak rileks
·         Klien dapat tidur
·         Skala nyeri menurun
·         TTV normal
Mandiri:
1.      Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat dengan cepat bila terjadi nyeri dada





2.      Kaji dan catat respon pasien terhadap efek obat
3.      Identifikasi terjadinya pencetus ,bila ada ,durasi,intensitas ,dan lokasinya

4.      Letrakkan pasien pada istirahat total pada episode angina

5.      Pantau kecepatan irama jantung.



Kolaborasi:
6.      Berikan anti angina sesuai indikasi :
Nitrogliresin : sublingual


7.      Pantau perubahan seri EKG

1.      Penurunan curah jantung dapat merangsang sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan sejumlah besar norefrinefrin.yang dapat menyebabkan vasokontriktor paten  yang mengakibatkan spasme arteri koroner yang dapat memperpanjang serangan
2.      Memberikan informasi tentang kemajuan penyakit.
3.      Membantu membedakan nyeri dada dini dan alat evaluasi kemungkinan kemajuan menjadi angina tidak stabil.
4.      Menurunkan kebutuhan oksigen miokard untuk meminimalkan resiko cedra jaringan/nekrosis
5.      Pasien  angina tidak stabil mengalami peningkatan disritma yang mengancam hidup secara akut.

6.      Nitrogliresin  mempunyai standar untuk pengobatan dan mencegah angina lebih dari 100 tahun.efek cepat vasodilator berakhir 10-30 menit
7.      Iskemia selama serangan angina dapat menyebabkan depresi segmen ST atau peninggian dan inversi gelombang T.
2
Penurunan curah jantung
b.d perubahan inotropik (iskemia miokard)
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan curah jantung dalam keadaan normal.
KH :
·         Mendemonstresikan frekuensi jantung dan irama dalam rentang yang diharapkan pasien dengan adanya/terkontrolnya disritma

·         Mempertahankan mental biasanya

Mandiri
1.      Pantau ttv,contoh frekuensi jantung ,TD

2.      Evaluasi mental ,catat terjadinya bingung,disorientasi.
3.      Auskultasi bunyi nappas dan jantung.dengarkan murmur.






4.      Catat warna kulit dan adanya/kualitas nadi.
5.      Mempertahankan tiraah baring pada pposisi nyaman selama episode akut.

Kolaborasi :
6.      Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7.      berikan obat sesuai indikasi:
-          Antagonis kalsium di anjurkan diltiazem atau verapamil.






1.      Takikardi dapat terjadi karena nyeri ,cemas, hipoksemia dan menurunnya curah jantung
2.      Menurunkan perfusi otak dapat menhasilkan perubahan sensorium.
3.      S3,s4 atau krekels terjadi dengan dekompensasi jantung atau beberapa obat (khususnya penyekat beta ) .terjadinya murmur  dapat menunjukan katup karena nyeri dada,contoh stenosis aorta,stenosis mitral,atau ruptur otot papilar.
4.      Sirkulasi perifer menurun apabila curah jantung menurun.
5.      Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan menurunkan kerja miokard dan resiko dekompensasi.

6.      Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard.
7.      Penyekat saluran kalsium berperan penting dalam mencegah dan menghilangkan iskemia pencetus spasme koroner dan menurunkan tahanan vaskuler sehingga menurunkan td dan kerja jantung.



DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta: Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan padjajaran
Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Doengos. M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi. Ed. 6. Vol. 2 Jakarta: EGC
Setiadi. (2006). Anatomi & Fisiologi Manusia. Jakarta: Graha Ilmu
Smeltzer & Bare (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 2. Vol. 2. Jakarta: EGC
Syaifuddin. (2009).  Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Udjianti. Juni Wajan. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika



Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah postpartum

makalah myopia