asuhan keperawatan stroke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anatomi Dan Fisiologi Sistem Neurobehaviour (Persyarafan)
1. Jaringan Syaraf
Sistem
persyarafan terdiri atas sel syaraf (neuron) dan sel penyokong (neuroglia dan
sel schwann). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi
satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit (syaifuddin,
2011).
a. Neuron
Susunan
syaraf pusat manusia terdiri atas sekitar 1oo miliar neuron. Neuron adalah
suatu sel syaraf dan merupakan unit anatomi dan fungsional sistem persyarafan.
Gambar
2.1 struktur saraf
1) Struktur Neuron
Neuron-neuron dapat mempunyai berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda;
salah satunya adalah tipe neuron multipolar yang merupakan jenis yang paling
terdapat di dalam sistem syaraf pusat.
2) Badan Sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi nukleus yang di
dalamnya terdapat nukleolus. Di sekelilingnya terdapat perikarion yang berisi
neurofilamen yang berkelompok yang disebut neurofibril. Di luarnya terhubungkan
dengan dendrit dan akson yang memberikan dukungan terhadap proses-proses
fisiologis.
3) Dendrit
Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju badan sel.
Merupakan bagian yang menjulur keluar dari badan sel dan menjalar ke segala
arah. Khususnya di korteks cerebri dan crebellum, dendrit mempunyai
tonjolan-tonjolan kecil bulat, yang disebut tonjolan dendrit. Neuron tertentu
juga mempunyai akson fibrosayang panjang yang berasal dari daerah yang agak
tebal di baan sel, yaitu akson hilok (bukit akson)
4) Akson
Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan
sel disebut akson.
Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut
sebagai serabut syaraf atau tonjolan syaraf. Kemampuan untuk menerima,
menyampaikan, dan meneruskan pesan-pesan neural disebabkan sifat khusus membran
sel neuron yang mudah dirangsang dan dapat menghantarkan pesan elektrokimia.
5) Klasifikasi Struktur Neuron
Klasifikasi struktur neuron berdasarkan pada hubungan antara dendrit, badan
sel, dan akson mencukupi:
a) Neuron Tanpa Akson
Secara srtuktur lebih kecil dan tidak mempunyai akson. Neuron ini berlokasi
di otak dan beberapa organ perasa khusus.
b) Neuron Bipolar
Ukuran dari neuron bipolar lebih kecil dibandingkan dengan neuron unipolar
dan multipolar. Neuron bipolar sangan jarang ada, tetapi mereka ada dalam organ
perasa khusus, neuron ini menyiarkan ulang informasi tentang penglihatan,
penciuman, dan pendengaran dari sel-sel yang peka terhadap rangsang ke
neuron-neuron lainnya.
c) Neuron Unipolar
Di dalam suatu neuron unipolar, dendrit dan akson melakukan proses secara
berlanjut. Dalam suatu neuron, segmen awal dari cabang dendrit membawa aksi
potensial dan neuron ini memiliki akson. Beberapa neuron sensorik dari syaraf
tepi merupakan neuron unipolar dan sinaps neuron berakhir di sistem syaraf pusat
(SSP).
d) Neuron Multipolar
Neuron multipolar lebih banyak memiliki dendrit dan dengan satu akson.
Neuron ini merupakan tipe neuron yang sebagian besar berada di Sistem Syaraf
Pusat (SSP). Contoh tipe neuron ini adalah seluruh neuron motorik yang
mengendalikan otot rangka.
6) Klasifikasi Fungsional
Neuron-neuron juga dikategorikan berdasarkan kelompok fungsionalnya, yang
meliputi:
a) Neuron sensorik
Neuron sensorik berasal dari devisi aferen dari
Sistem Syaraf Tepi (SST). Neuron ini membawa informasi dari reseptor pesan
sensorik untuk dibawa ke Sistem Syaraf Pusat (SSP).
Neuron sensorik merupakan neuron unipolar
atau disebut juga dengan serabut aferen yang menghubungkan antara reseptor
sensorik dan batang otak atau otak. Neuron ini mengumpulkan informasi dengan
memperhatikan lingkungan dalam dan lingkungan luar tubuh. Tubuh manusia
memiliki sekitar 10 juta neuron sensorik. Neuron sensorik somatis melakukan
pengawasan diluar tubuh dan neuron sensorik viseral memonitor kondisi di luar
tubuh.
b) Neuron motorik
Neuron motorik atau neuron eferen membawa instruksi-instruksi dari SSP
menuju efektor perifer. Neuron motorik akan menstimulasi atau
memodifikasiaktivitas dari jaringan-jaringan perifer, organ, atau sistem organ.
Tubuh manusia memiliki sekitar 500.000 neuron motorik. Akson-akson pembawa
pesan dari SSP yang disebut dengan serabut eferen, terdiri dari Sistem Syaraf
Somati (SSS) dan Sistem Syaraf Otonom (SSO).
c) Interneuron
Interneuron atau neuron asosiasiberada diantara neuron sensorik dan
motorik. Interneuron terdapat diseluruh otak dan batang otak. Tubuh manusia
memiliki 20 juta interneuron dan berespons untuk mendistribusikan setiap
informasi dari neuron sensorik dan mengkoordinasikan aktivitas motorik.
b. Neuroglia
Neuroglia
adalah sel penyokong untuk neuron-neuron SSP, sedangkan sel schwann menjalankan
fungsi tersebut dapa SST. Neuroglia menyusun 40% volume otak dan medula
spinalis. Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan
perbandingan sekitar sepuluh banding satu (10:1). Ada 4 sel neuroglia yang
berhasil diidentifikasi, yaitu:
1) Mikroglia
Sekitar 5%
dari sel-sel glia di SSP adalah mikroglia. Mikroglia mempunyai sifat fagosit;
bila jaringan syaraf rusak, maka sel-sel ini bertugas untuk mencerna sisa-sisa
jaringan yang rusak. Sel jenis ini ditemukan diseluruh SSP dan dianggap berperan penting dalam proses
melawan infeksi.
2) Ependimal
Ependimal
berperan dalam produksi cairan serebrospinal (CSS). Ependimal adalah neuroglia
yang membatasi sistem ventrikel SSP. Sel-sel inilah yang merupakan epitel dari
pleksus koroideus ventrikel otak.
3) Astroglia
Astroglia
atau astrosit (astro-bintang) merupakan sel glia terbesar. Fungsi astrosit
antara lain:
a) Sebagai barier dalam otak
Kandungan
dalam sirkulasi tidak bisa bebas masuk ke dalam cairan interstisial dari SSP.
Jaringan neural harus terisolasi dari sirkulasi umum karena hormon dan beberapa
kimia darah akan menghambat fungsi dari neuron. Sel-sel indotelial dari
kapiler-kapiler SSP akan melakukan pertukaran kimia antara sirkulasi darah dan
cairan interstisial. Sel-sel ini disebut dengan barier darah-otak. Barier ini
terisolasi dari sirkulasi umum.
b) Memperbaiki kerusakan jaringan neuron
Didalam SSP,
kerusakan dari jaringan neuron akan meusak fisiologis dari neuron.
c) Menjaga perubahan interstisial
4) Oligodendroglia
Oligodendroglia
atau oligodendrosit seperti astrosit memiliki silinder sitoplasma yang panjang
dan merupakan sel glia yang bertanggung jawab menghasilkan mielin dalam SSP.
Setiap oligodendroglia mengelilingi beberapa neuron dan membran plasmanya membungkus
tonjolan neuron sehingga membentuk selubung mielin. Mielin pada SST dibentuk
oleh sel-sel schwann.
c. Sel Schwann
Sel schwann
membentuk mielin maupun neurolema syaraf tepi. Membran plasma sel schwann
secara konsentris mengelilingi tonjolan neuron SST.
Mielin
merupakan suatu kompleks protein lemak berwarna putih yang mengisolasi tonjolan
syaraf. Mielin menghalangi aliran ion natrium dan kalium melintasi membran
nueral dengan hampir sempurna. Selubung mielin tidak kontinue disepanjang
tonjolan syaraf, dan terdapat celah-celah yang tidak memiliki mielin, yang
disebut nodus ranvier.
d. Transmisi Sinaps
Neuron
menyalurkan sinyal-sinyal syaraf keseluruh tubuh. Kejadian listrik ini yang
kita kenal dengan impuls syaraf. Impuls syaraf bersifat listrik di sepanjang
neuron dan bersifat kimia diantara neuron.
1) Sinaps listrik
Sinaps-sinaps
listrik terletak disistem syaraf pusat pusat (SSP) dan sistem syaraf tepi
(SST), tetapi sinaps-sinaps tersebut jarang ada. Sinaps ini sering ada di pusat
otak, termasuk di verstibular nuklei, dan juga ditemukan di mata dan sedikit di
ganglia SSP.
2) Sinaps kimia
Situasi dari
sinaps kimia jauh lebih dinamis dibandingkan dengan sinaps listrik, karena
sel-sel tidak berpasangan.
e. Neurotransmiter
Neurotransmiter
merupakan zat kimia yang disisntesis dalam neuron dan disimpan dalam gelembung
sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskandari akson terminal melalui
eksositosisdan juga direabsorbsi untung daur ulang.
Neurotransmiter
merupakan cara komunikasi antarneuron. Seiap neuron melepaskan satu transmiter.
Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan permeabilitas sel neuron, sehingga
dengan bantuan zat-zat kimia ini, neuron dapat lebih mudah dalam menyalurkan
impuls, tergantung dari jenis neuron dan transmiter tersebut.
2. Otak
Otak merupakan
organ yang paling mengagumkan dari seluruh organ. Kita mengetahu bahwa seluruh
angan-angan, keinginan dan nafsu, perencanaan dan ingatan merupakan hasil akhir
dari otak (syaifuddin, 2011).
a. Pelindung Otak
1) Pia Mater
Langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal, dan mengikuti kontur
struktur eksternal otak dan jaringan spinal. Pia mater merupakan lapisan
vaskular, tempat pembuluh-pembuluh darah berjalan menuju struktur dalam SSP
untuk memberi nutrisi pada jaringan syaraf. Pia mater meluas pada bagian bawah
medulla spinalis, berakhir kira-kira
setinggi bagian bawah L1 (syaifuddin, 2011).
2) Arachniod
Arachnoid merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus, dan avaskular.
Arachnoid meliputi otak dan medulla spinalis, tetapi tidak mengikuti kontur
luar sepeti pia mater (syaifuddin, 2011).
3) Dura Mater
Dura mater merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan mirip kulit
sapi, yang terdiri atas lapisan-lapisan luar yang disebut duraendosteal dan
bagian dalam yang disebut dura meningeal. Lapisan endosteal membentuk bagian
dalam periosteum tengkorak dan berlanjut sebagai periosteum yang membatasi
kanalis vertebralis medulla spinalis.
b. Cairan Cerebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang dinamakan
pleksus koroideus. Pleksus koroideus inilah yang menyekresi CSS yang jernih dan
tak berwarna, yang merupakan bantal cairan pelindung disekitar SSP. CSS terdiri
dari air, elektrolit, gas oksigen, karbondioksida yang terlarut, glukosa,
beberapa leukosit (terutama limposit), dan sedikit protein
Fungsi CSS antara lain:
1) Sebagai alas atau bantalan dari struktur
neuron
2) Sebagai penyangga dari otak.
3) Transpotasi nutrisi, pesan kimia, dan
produk sisa.
c. Ventrikel
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga
dalam otak yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependimal. Ventrikel
ketiga terdapat dalam diencepalon. Ventrikel keempat dalam pons dan medulla
oblongata. Ventrike lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga melalui
sepasang foramen-interventrikularis (foramen monro). Ventrikel ketiga dan
keempat dihubungkan melalui suatu saluran sempit didalam otak tengah yang
dinamakan akueduktus silvius. Pada ventrikel keempat terdapat tiga lubang
sepasang foramen luschka dilateral dan satu foramen magendie di medialis, yang
berlanjut keruang subarachnoid otak dan medulla spinalis (Simon, 2003).
d. Suplai darah
1) Arteri karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
kira-kira setinggi kartilago tiroid (syaifuddin, 2011).
2) Arteri Cerebri
Arteri serebri anterior memberi supli darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, bagian-bagian kapsula interna dan
korpus kallosum, serta bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan
parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Bila
arteri serebri anterior mengalami sumbatan pada cabang utamanya, maka akan
terjadi hemiplegia kontralateral yang
lebih berat dibagian kaki dibandingkan bagian tangan.
3) Drainase Vena Otak
Aliran vena batang otak dan serebellum berjalan paralel dengan distribusi
pembuluh arterinya. Sebagian besar drainase vena serebrum adalah melalui
vena-vena dalam, yang mengalirkan darah kepleksus vena superfisialis dan
kesinus-sinus dura mater. Akhirnya, sinus-sinus ini mengalirkan darah ke vena jugularis interna pada
dasar tengkorak dan bersatu dengan sirkulasi umum.
e. Cerebrum
Area atau wilayah terbesar dari otak adalah serebrum. Serebrum terdiri dari
hemisfer kanan dan kiri yang dibagi oleh suatu lekuk atau celah dalam yang
disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisfer serebri terdiri atas
substansia grisea yang disebut sebagai korteks serebri, terletak diatas
substansia alba yang merupakan bagian dalamhemisfer dan disebur pusat medulla.
Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut
korpus kalosum (syaifuddin, 2011).
f. Corteks Cerebri
1) Lobus Frontalis
Lobus frontalis adalah area dari korteks serebrum
yang terletak didepan sulkus sentralis dan didasar sulkus lateralis. Bagian ini
mengandung daerah-daerah motorik dan pramotorik.
Daerah broca terletak dilobus frontalis dan
mengendalikan ekspresi bicara. Banyak area asosiasi dilobus frontalis menerima
informasi dari seluruh otak dan menggabungkan i formasi-informasi tersebut
menjadi pikiran, rencana, dan perilaku.
2) Lobus Parietalis
Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak dibelakang sulkus
sentralis, didasar fisura lateralis, dan meluas kebelakang menuju fisura
parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk sensasi
peraba dan pendengaran.
3) Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis adalah lobus posterior korteks serebrum. Lobus ini
terletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan didasar fisura
parieto-oksipitalis, yang memisahkannya dari serebellum. Lobus ini adalah pusat
asosiasi visual utama. Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina
mata.
4) Lobus Temporalis
Lobus temporal mencakup bagian korteks cerebrum yang berjalan kebawah dari
fisura lateralis dan kesebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus
temporalis adalah area asosiasi primer untuk informasi auditorik dan mencakup
area Wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlihat dalam
interpretasi bau dan penyimpanan ingatan.
Gambar 2.2 Gambar
keempat lobus.
g. Cerebellum
Cerebellum terletak di dalam
fossa kranii posterior dan ditutupi oleh dura mater yang menyerupai atap tenda,
yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum (Syaifuddin,
2011).
Fungsi utama serebellum
adalah:
1) Mengatur otot-otot postural tubuh.
2) Melakukan program akan gerakan-gerakan
pada keadaan sadar dan bawah sadar.
3. Batang Otak
a. Pons
Pons
berbentuk jembatan serabut-serabut yang menghubungkan kedua hemisfer
serebellum, serta menghubungkan mesencepalon disebelah atas dengan medulla
oblongata dibawah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada
jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebellum.
Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernafasan. Nukleus syaraf V, VI,
dan VII terdapat disini (Syaifuddin, 2011).
b. Meduls Oblongata
Medulla oblingata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin,
batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan muntah.
4. Mesencefalon
Mesencepalon (otak tengah) merupakan
bagian pendek dari batang otak yang letaknya diatas pons. Secara fisiologis
mesencepalon mempunyai peran yang penting dalam pengaturan respons-respon
tubuh.
5. Diencefalon
a. Talamus
Talamus
terdiri atas 2 struktur ovoid yang besar, masing-masing mempunyai kompleks
nukleus yang saling berhubungan dengan korteks serebri homolateral, serebellum,
dan dengan berbagai kompleks nuklear
subkortikal seperti yang ada dihipotalamus, formasi retikularis batang otak,
basal ganglia, dan mungkin juga substansia
nigra. Talamus merupakan stasiun transmiter yang penting dalam otak dan
juga merupakan pengintegrasi subkortikal yang penting.
b. Hipotalamus
Hipotalamus
terletak dibawah talamus. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan syaraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku
dan emosi.
Fungsi dari hipotalamus adalah:
1) Pengendalian secara tidak sadar dari
kontraksi otot-otot skeletal.
2) Pengendalian fungsi otonom.
3) Koordinasi aktivitas sistem pesyarafan dan
endokrin.
4) Sekresi hormon.
5) Menghasilkan dorongan emosi dan perilaku.
6) Koordinasi antara fungsi otonom dan
volunter.
7) Mengatur suhu tubuh
c. Subtalamus
Subtalamus
merupakan nukleus ekstrapiramidal diencepalonyang penting. Subtalamus mempunyai
hubungan dengan nukleus ruber, substansia nigra, dan globus palidus dari
ganglia basalis. Fungsinya belum jelas diketahui, tetapi lesi pada subtalamus
dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.
d. Epitalamus
Epitalamus
berbentuk pita sempit jaringan syaraf yang membentuk atap diencepalon. Struktur
utama daerah ini adalah nukleus habenular dan komisura, komisura posterior, striae
medularis, dan epifisis
6. Syaraf Kranial
Gambar 2.3 syaraf
kranial
7. Sistem Limbik
Istilah limbik
(limbus) berarti “batas” atau “tepi”. Sistem limbik mencakup nukleus dan terusan
batas traktus antara cerebri dan diencepalon yang mengelilingi korpus kalosum.
Sistem ini merupakan suatu pengelompokkan fungional bukan pengelompokkan
anatomis yang terdiri atas komponen serebrum, diencepalon, dan mensencepalon.
Secara
fungsional sistem limbik berkaitan dengan:
a. suatu pendirian atau renspons emosional
yang mengarahkan pada tingkah laku individu.
b. Suatu renspons sadar terhadap lingkungan.
c. Memberdayakan fungsi intelektual dan
korteks serebri secara tidak sadar dan memfungsikan batang otak secara anatomis
untuk merenpons keadaan.
d. Memfasilitasi penyimpanan suatu menori dan
menggali kembali simpanan memori yang diperlukan.
e. Merespons suatu pengalaman dan ekspresi
suasana hati, terutama reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan
perilaku seksual
8. Syaraf Spinal
Syaraf spinal pada
manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm dan lebar 14 mm. Pada bagian
permukaan dorsal dari syaraf spinal, terdapat alur yang dangkal secara
longitudinal dibagian medial posterior berupa sulkus dan bagian yang dalam
dianterior berupa fisura.
9. syaraf Otonom
a. Sistem Syaraf Otonom Simpatis
1) Ganglia kolateral
Visera
abdominopelvis menerima inervasi simpatis melalui serabut preganglion yang
menerobos rantai simpatis tanpa sinaps. Serabut ini dimulai dari neuron-nuron
preganglion didalam segmen-segmen bawah torakal dan segmen-segmen atas lumbal.
Serabut ini menjalar pada dinding rongga dad dan abdomen serta mengatur keadaan
didalam rongga dada dan abdomen secara otonom.
2) Medula adrenal
Medula
adrenal dipengaruho oleh ganglion simpatis sinaps serabut preganglionik pada
sel-sel neuroendokrin khusus berfungsi untuk melepaskan neurotransmitter
epinefrin dan norepinefrin kedalam sirkulasi umum.
3) Fungsi sistem syaraf otonom simpatis
Fungsi
unik sistem syaraf otonom sispatis adalah sistem ini siap siaga untuk membantu
proses kedaruratan. Dibawah keadaan stress baik yang disebabkan oleh fisik
maupun emosional dapat menyebabkan peningkatan yang cepat pada impuls simpatis. Tubuh mempersiapkan untuk
respons “fight or fligt” jika ada ancaman.
b. Sistem Syaraf Otonom Parasimpatis
Fungsi sistem
parasimpatis sebagai pengontrol dominan untuk kebanyakan efektor viseral dalam
waktu lama. Selama keadaan diam, kondisi tanpa stress, impuls dari
serabut-serabut parasimpatis (kolenergik) menonjol. Serabut-serabut sistem
parasimpatis terletak didua lokasi, satu dibatang otak san satu lagi disegmen
spinal dibawah L2. Karena lokasi serabut-serabut tersebut, sistem
parasimpatis bihubungkan sebagai daerah kraniosakral, bila dibedakan dari daerah
torakolumbal (simpatis) dari sistem syaraf otonom. Parasimpatis kranial muncul
dari otak tengah dan medulla oblongata (Arif Muttaqin, 2008)
B.
Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian
otak (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut
Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian stroke
adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau
penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral
sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak
Perdarahan otak dibagi dua,yaitu:
1. Perdarahan Intraserebri (PSI)
Pecahnya pembuluh darah(mikroaneurisma)terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak,membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat,dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri
yang disebabkan hipertensi sering
dijumpai di daerah putamaen,thalamus,pons,dan serebullum.
2. Perdarahan Subarachnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma
berry atau AVN. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya
arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyaebabkan TIK meningkat
mendadak,meregangnya struktur peka nyeri,dan vasospasme pembuluh darah serebri
yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemivarise,gangguan hemisensorik,afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri
dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya
peningkatanTIK yang mendadak,meregangnya struktur peka nyeri,sehingga timbul
nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan
tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoidnpada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini sering kali terjadi tiga
sampai lima hari setelah timbulnya perdarahan,mencapai puncaknya hari kelima
sampai dengan kesembilan ,dan dapat menghilang setelah mimggu kedua sampai
dengan kelima. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan
yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal dengan
pembuluh arteri di ruang subaraknoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global(nyeri kepala,penurunan kesadaran) maupun vocal (hemiparise, gangguan hemisensorik, avasia dan lainnya).
Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hamper seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan alian
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan baker metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia,tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolic anaerob,yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak (Arif Muttaqin, 2008)
C.
Etiologi
Beberapa keadaan yang dapat
mengakibatkan stroke adalah:
1. Trombosis Serebri
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebri. Tanda dan gejala neurologist sering kali memburuk
dalam 48 jam setelah terjadinya trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat
menyebabkan trombosis otak:
a. Atherosklerosis
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi
aterosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut: lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah,oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis,merupakan tempat
terbentuknya thrombus,kemudian melepaskan kepingan trombus (embolus)dan dinding
arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hiperkoagulasi pada Polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
c. Arteritis (radang pada arteri)
2. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri
serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli katup-katup
jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik,infark
miokardium,fibrilasi,dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali mengeluarkan
embolus-embolus kecil. Endokarditis bakteri dan non bakteri menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endokardium.
3. Hemoragik
Pedarahan intracranial atau intraserebri
meliputi perdarahan di dalam ruang subaraknoid atau di dalam jaringan otak
sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Pecahnya pembuluh darah otak menyembabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan,pergeseran,dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan,sehingga otak akan membengkak,jaringan otak tertekan sehingga
terjadi infark otak,edema dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan
otak yang paling umum terjadi:
a. Aneurisma
berry, biasanya defek congenital.
b. Aneurisma
fussiformis dari aterosklerosis.
c. Aneurisma mikotik dari vaskulitis
nekrose dan emboli sepsis.
d. Malformasi aterio vena,terjadi
hubungan kesambingan pembuluh darah arteri,sehingga darah arteri langsung masuk
vena.
e. Ruptur arteriol serebri,akibat
hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hipoksia Umum
Beberapa
penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a.
Hipertensi
yang parah
b.
Henti
jantung paru
c.
Curah
jantung turun akibat aritmia
5. Hipoksia Lokal
Beberapa
penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a.
Spasme
arteri serebri yang disertai perdarahan subaraknoid
b.
Vasokonstriksi
arteri otak di sertai sakit kepala migren (Arif Muttaqin, 2008).
D.
Faktor Risiko
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama. Pengendalian hipertensi adalah kunci untuk mencegah stroke. Hipertensi dapat disebabkan oleh
aterosklerosis atau sebaliknya proses ini dapat mengganggu aliran darah
serebral
2. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri
berasal dari jantung,
seperti:
a. Penyakit arteri koronaria
b. Gagal jantung kongestif
c. Hipertrofi ventrikel kiri
d. Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi
atrium)
e. Penyakit jantung kongestif
3. Kolesterol tinggi
Kolesterol tubuh yang tinggi
dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
4. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi
hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pada pembuluh darah,salah satunya pembuluh darah otak
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko
infark serebri
6. Diabetes Mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena
yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehinngga memperlambat aliran
darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak
juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh drah serebral.
7. Kontrasepsi Oral
(khususnya disertai hipertensi,merokok,dan
kadar estrogen tinggi)
8. Merokok
9. Penyalahgunaan Obat (khususnya kokain)
10. Penggunaan Alkohol
11. Policitemia
Pada polocitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
ssehingga perfusi otak menurun (Arif Muttaqin, 2008).
E.
Patofisiologi
Infark
serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat )pada gangguan lokal (trombus,emboli,perdarahan,dan spasme
vaskular)atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak,trombus dapat
berasal dari plak aterosklerosis,atau darah dapat beku pada area yang
stenosis,tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turbelensi. Trombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakibatkan (Smeltzer & Bare, 2002) :
1. Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti di sekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena trombosis biasanya tidak fatal,jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis
akan meluas pada dinding pembuluh darah,maka akan terjadi abses atau
ensefalitis,atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan
serebri,jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intra serebri yang
sangat luas akan menyebabkan kematian diibandingkan dari keseluruhan penyakit
serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak,peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen mágnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang
otak, hemisfer otak,dan perdarahan batang otak sekunder
atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebri terhambat,dapat berkembang
anoksia serebri. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak,akibat volum perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak (Arif Muttaqin, 2008)
F.
Gambaran Klinis
Menurut Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke
diantaranya yaitu:
1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau
tungkai atau salah satu sisi tubuh
2. Hilangnya sebagian penglihatan atau
pendengaran
3. Penglihatan ganda atau kesulitan melihat
pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa
kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo)
4. Sulit memikirkan atau mengucapkan
kata-kata yang tepat
5. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih
G.
Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan untuk mengobati keadaan
akut
2. Protokol penatalaksanaan stroke
haemorargik.
a.
Singkirkan kemungkinan koagulopan: pastikan hasil massa
protrombin dan massa tromboplastin partial adalah normal. Jika massa protrombin
memanjang, berikan plasma beku segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4 jam dan vitamin k 15 mg intravena bolus.
Kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan sampai massa protrombin normal. Koreksi
antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat 10-15 mg lambat bolus (1 mg
mengoreksi 100 unit heparin).
b. Kendalikan hipertensi. Berlawanan dengan infark serebri akut,pendekatan
pengendalian tekanan darah yang lebih agresif dilakukan pada pasien dengan
perdarahan intraserebral akut, karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan
perburukan edema serta meningkatkan kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah
sistolik > 180 mmhg harus diturunkan sampai 150-180 mmHg dengan labetalol
(20 mg intravena dalam 2 menit; ulangi 40-80 mg intravena dalam interval 10 menit sampai tekanan yang
diinginkan,kemudian infus 2 mg/ menit (120 ml/jam)dan dititrasi atau penghambat
ACE (misalnya ; kaptropril 12,5-25 mg , 2-3 kali sehari) atau antagonis kalsium
( misalnya nifedipin oral 4 kali 10 mg).
c. Pertimbangan konsultasi bedah saraf bila :
perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volum > 50 ml untuk
dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus
obstruktif akut atau kliping aneurisma.
d. Pertimbangan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma atau malformasi
arteriovenosa. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien usia muda < 50
tahun yang hipertensi bila tersedia fasilitas.
e. Berikan manitol 20% (1 kg/kg BB, intravena dalam 20-30 menit ) untuk pasien dengan koma dalam atau
tanda-tanda TIK yang meninggi atau ancaman herniasi. Steroid tidak terbukti
efektif pada pada perdarahan intraserebral. Steroid hanya dipakai pada kondisi
ancaman herniasi trantentorial. Hiperventilasi dapat dilakukan untuk membantu
menurunkan TIK.
f. Pertimbangkan fenitoin (20-30 mg/kgBB intravena,kecepatan maximal 50 mg/menit; atau per oral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat kesadaran menurun. Umumnya,
antikonvulsan henya diberikan apabila aktivitas kejang. Namun terapi
profilaksis beralasan jika kondisi pasien cukup kritis dan membutuhkan
intubasi, terapi TIK meningkat atau pembedahan.
g. Pertimbangkan terapi hipervolemik dan
nimodipin untuk mencegah vasospasme bila secara klinis,fungsi lumbal atu CT
scan menunjukkan perdarahan subarachnoid akut primer.
h. Perdarahan intraserebral
1) Obati penyebabnya
2) Turunkan tekanan intrakranial
3) Berikan neuroprotektor
4) Tindakan bedah,dengan pertimbangan usia
dan skala koma Glasgow (>4), hanya dilakukan dengan
pasien dengan:
a) perdarahan serebellum dengan diameter
>3cm (kraniotomi dekompresi).
b) Hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebellum (VP shunting)
c) Perdarahan lobar di atas 60 cc dengan
tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi
i.
Tekanan
intrakranial yang meninggi pada pasien stroke dapat diturunkan dengan salah
satu cara /gabungan berikut ini :
1) Manitol bolus,1 gram /kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan
dosis 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target osmolaritas
=300-320 mosmol/liter.
2) Gliserol 50% oral, 0,25-1 g/kg setiap 4-6
jam atau gliserol 10% intra vena, 10 ml/ kg BB dalam 3-4 jam (untuk edema
serebri ringan-sedang).
3) Furosemid 1 mg/kg BB intravena.
4) intubasi dan hiperventilasi terkontrol
dengan oksigen hiperbarik sampai pCO2 = 29-35 mmHg.
5) steroid tidak diberikan secara rutin dan
masih kontroversial.
6) Tindakan kraniotomi dekompresif.
j.
Perdarahan
subaraknoid
1) Nimodipin dapat diberikan untuk mencegah
vasospasme pada perdarahan subaraknoid primer akut.
2) Tindakan operasi dapat dilakukan pada
perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat pecahnya aneurisma sakular Berry
( clipping) dan adanya komplikasi hidrosepalus obstruktif (VP shunting)
3. Pengobatan Konservasif.
a. vasodilator meningkatkan aliran darah
serebri (ADS) secara percobaan,tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. dapat diberikan
hiistamin,aminophilin,asetazolamid,papaverin intra arterial.
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan
karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan
embolisasi. Antiagregasi trombosis seperti yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk
mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler (Arif muttaqin, 2008)
4. Pengobatan Pembedahan.
Tujuan utama
adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis,yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh klien TIA.
c. Evaluasi pembekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma (Arif muttaqin, 2008)
H.
Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan diet stroke antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menu sehari-hari usahakan memilih
makanan yang beragam, bergizi, berimbang, dan aman bagi tubuh. Jadi dalam
mengkonsumsi makanan ,hendaknya pasien memilih yang cukup mengandung zat
gizi,beragam (ada nasi atau penggantinya,lauk pauk
hewani dan nabati sayur dan buah), aman (pilih makanan
bersih dan hindari mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak bahan tambahan
dan sebaiknya jangan makan terlalu berlebihan (sangat kenyang)
2. Untuk lauk pauk hewani, sebaiknya pilih
daging atau ikan Yang tidak banyak mengandung lemak
(kolesterol). Demikian juga, penggunaan minyak goreng nabati(pilih minyak
goreng nabati yang rendah lemak atau kolesterol) dan mentega (yang tidak
mengandung lemak trans). Hindari mengkonsumsi produk laut lain yang tercemar
logam berat (Pb, Hg, atau Cu). Tidak
dianjurkan mengkonsumsi daging sapi dan ayam yang berlemak, jeroan (otak, hati, usus, jantung dan sebagainya), susu, keju, eskrim, produk protein hewani yang diawetkan
(daging asap, ham, dendeng, margarin, mentega, santan kental, krim, dan produk gorengan).
3. Kurangi penggunaan garam yang berlebihan
termasuk mengurangi konsumsi makanan yang diawetkan dengan bahan natrium
benzoat. Uasahakan konsumsi garam dapur maksimal 1,5 sendok teh/hari (setara
dengan 5 gr garam dapur)
4. Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung
banyak serat(dalam sayur/buah). Sayur atau buah yang bisa dikonsumsi, antara
lain : bayam,kacang-kacangan(kacang kedelai,kacang hijau,kacang merah dan
sebagainya), jamur,bawang,dan avokad.
5. konsumsi air minum yang aman dalam jumlah
yang cukup(sekitar 6-8 gelas sehari). Minuman hendaknya diberikan setelah
selesai makan.
6. pilihlah makanan yang cukup mengandung vitamin
B,vitamin c, dan vitamin
Selain mengatur makanan yang dikonsumsi,
dianjurkan pula mengurangi/ menghindari rokok atau minuman beralkohol
seoptimal mungkin. Untuk mencegah agar stroke tidak terulang,manajemen untuk
mengatasi stress juga harus melakukan agar streessor bisa dikurangi meski tidak
bisa dihilangkankan sama sekali.
I.
Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral: membantu menentukan
penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau
adanya titik oklusi/ ruptur
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema,
hematoma, iskemia, dan adanya infark
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan
normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient
Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging):
menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi
penyakit arteriovena
6. EEG (Electroencephalography):
mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi
karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
J.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi
pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan
memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada
ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen
dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan
2. Penurunan aliran darah serebral,
bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah
serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas
darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim
perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah
infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung
prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan
menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung
tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki
K.
Konteks Legal-Etik Dalam Keperawatan
Praktik
keperawatan dipengaruhi oleh hukum, terutama yang berhubungan dengan hak
pasien dan kualitas asuhan. Pengetahuan tentang hukum meningkatkan kebebasan baik
bagi perawat maupun pasien (Potter
& Perry, 2005).
1. Peran legal perawat
Perawat memiliki
hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal : perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan, perawat sebagai pekerja, dan perawat sebagai warga negara. Perawat
mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung jawab ini. Penilaian
keperawatan professional memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks
asuhan keperawatan, kemungkinan konsekuensi tindakan keperawatan dan
alternatiyang mungkin dilakukan perawat.
Adapun
prinsip legal pasien :
a.
Veracity
b.
Autonomy
c.
Justice
d.
Beneficience
e.
Avoiding
Killing
2. Pertimbangan Etik
Semua
perawat harus mennganalisis keyakinan mereka tentang hospitalisasi sukarela dan
paksaan serta terapi masyarakat bagi pasien. Perawat , pasien, keluarga dan warga negara perlu memikirkan isu seperti
nilai komitmen, tujuan hospitalisasi, alternatif masyarakat
dan kualitas hidup.
Hak-hak
seorang pasien :
a.
Hak
untuk berkomunikasi dengan
orang di luar rumah sakit
b.
Hak
terhadap barang pribadi
c.
Hak
menjalankan keinginan
d.
Hak
terhadap habeas corpus
e.
Hak
untuk pemeriksaan psikiatri yang mandiri
f.
Hak
untuk privasi (kerahasiaan)
g.
Hak
persetujuan tindakan (informed consent)
h.
Hak
pengobatan
L. Evidance Based Nursing Practice
1.
Terapi hypotermi dapat meningkatkan reperfusi
pada pasien akut iskemik stroke
2.
Telah dilakukan penelitian pada pasien stroke yang
menjalani terapi akupuntur, hasil
yang telah diperoleh pada pasien yang menjalankan terapi ini menunjukkan
perawatan diri lebih baik dan menurunkan ketergantungan pasien
3.
Hasil penelitian ditemukan terjadinya stroke
infark berdarah setelah pemberian warfarin adalah 10 % tiap tahun, dan kematian
akibat infrak berdarah akibat penggunaan wafarin ini sekitar 1 % tiap tahun. (Penelitian
ini adalah 28 penderita pasca strok berusia 30-60 tahun dengan
diagnosis hemiparesis pasca strok Subyek dibagi menjadi 2 kelompok,
kelompok I diberikan terapi latihan ekstensi resistif dan kelompok II diberikan terapi latihan ekstensi balistik. Terapi latihan diberikan 3 kali seminggu selama 2 minggu oleh peneliti. Hasilnya terapi latihan ekstensi resistif dan terapi latihan ekstensi balistik sama baiknya dalam meningkatkan fungsi ekstensi otot ekstensor digitorum tangan paresis, lingkup gerak sendi dan kemampuan menggenggam penderita pasca stroke (Http//: artikel keperawatan).
diagnosis hemiparesis pasca strok Subyek dibagi menjadi 2 kelompok,
kelompok I diberikan terapi latihan ekstensi resistif dan kelompok II diberikan terapi latihan ekstensi balistik. Terapi latihan diberikan 3 kali seminggu selama 2 minggu oleh peneliti. Hasilnya terapi latihan ekstensi resistif dan terapi latihan ekstensi balistik sama baiknya dalam meningkatkan fungsi ekstensi otot ekstensor digitorum tangan paresis, lingkup gerak sendi dan kemampuan menggenggam penderita pasca stroke (Http//: artikel keperawatan).
M.
Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis riwayat
penyakit,pemeriksaan fisik,pemeriksaan diagnostik,dan pengkajian psikososial.
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama,usia,
(kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
Keluhan
utama yang sering manjadi alasan klien untik meminta bantuan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan,bicara pelo,tidak dapat berkomunikasi,dan
penurunan tingkat kesadaran.
1) Riwayat Penyakit Saat Ini
Serangan stroke hemorargik sering
kali berlangsung sangat mendadak pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala,mual,muntah,bahkan kejang,sampai tidak sadar
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,dapat
terjadi letargi,tidak responsif,dan koma.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya,diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrsepsi oral
yang lama, penggunaan obat antikoagulan ,aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian obat-obat yang
sering digunakan klien, seperti pemakaian obat-obat
antihipertensi, antillipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,diabetes
mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
b. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian
psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi,kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang di deritanya dan perubahan paran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien,yaitu timbul ketakutan atau kecacatan,rasa cemas,rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal,dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh).
Adanya
perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri yang
didapatkan,klien merasa tidak berdaya,tidak ada harapan,mudah marah,tidak
kooperatif. Pola penanggulanganstress,klien biasanya mengalami kesukaran untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Pola tata nilai dan kepercayaan,klien biasanya jarang melakukan ibadah
spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil,kelemahan atau kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh.
Karena
klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada
status ekonomi klien ,karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana
yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan,pengobatan,dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien
dan keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis
dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah,yaitu
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan
peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada
gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.
c. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien,pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajiaan
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan di hubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami
gangguan,yaitu sukar dimengerti,kadang tidak bisa bicara,dan tanda-tanda vital:
tekanan darah meningkat,denyut nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Inspeksi
didapatkan klien batuk,peningkatan produksi sputum,sesak napas,penggunaan otot
bantu napas,dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yamg sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadadaran koma.
Pada
klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi
pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian dalam sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan
(syok)hipovelemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD > 200 mmHG.
c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantun pada lokasi
lesi (penbuluh darah mana yang tersumbat),ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat,dan aliran darah kolateral (sekunder atau asesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.pengkajian B3 merupakan pemeriksaan terfokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
2) Tingkat Kesadaran
Kualitas
kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting
yanng membutuhkan pengkajian. Tengkat kesadaran klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan kesadaran.
Pada keadaan
lanjut ,tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi
,stupor,dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemberian asuhan.
3) Fungsi Serebri
a) Status Mental
Observasi penampilan
klien dan tingkah lakunya , nilai gaya bicara kilen , observasi ekspresi wajah , dan aktivitas motorik dimana pada klien stroke
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
b) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan
dalam ingatan dan memoro baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klen mengalami kerusakan
otak,yaitu kesukaran untuk mangenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
c) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung dari
daerah lesi yang memengaruhi fungsi daru serebri. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
wernicke) didapatkan disfasia reseptif,yaitu klien tidak dapat memahami bahasa
lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian pesterior dari girus
frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia eksprensif di mana klien
dapat mengerti,tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar. Disatria (kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang beranggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya) seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d) Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif
dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kapasitas,memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian
terbatas,kesulitan dalam pemahaman,lupa, dan kurang motivasi,yang menyebabkan
klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap
penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh labilitas emosional,bermusuhan,frustasi,dendam,dan kurang
kerja sama.
e) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan
menyebabkan hemiparese sebelah kiri tubuh,penilaian buruk,dan mempunyai
kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer kiri mengalami hemiparese
kanan,perilaku lambat dan sangat hati-hati,kelainan lapang pandang sebelah
kanan,disfagia global,afasia dan medah frustasi.
4) Pemeriksaan Syaraf Kranial
Saraf I. Biasanya
pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketudakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III,IV,VI.
Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis di
dapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
Saraf V. Pada
beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,didapatkan penurunan
kamampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus dan
eksternus.
Saraf VII. Persepsi
pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII. Tidak
ditemukannya adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot steernokloidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII. Lidah
simetris , terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
5) Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas,gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari
otak.
a) Inspeksi umum ,didapatkan hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b) Fasikulasi didapatkan pada otot-otot
ekstremitas.
c) Tonus otot didapatkan meningkat.
d) Kekuatan otot,pada penilaian dengan
menggunakan nilai kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0.
e) Keseimbangan dan koordinasi,mengalami
gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
d. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan
refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada
respons normal.
Pemeriksaan
refleks patologis,pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
1) Gerakan Involunter
Tidak ditemukannya adanya tremor,Tic (kontraksi saraf berulang),dan distonia.
Pada keadaan tertentu ,klien biasanya mengalami kejang umum,terutama pada anak
dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi.kejang berhubungan
dengan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
2) Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Persepsi adalah ketidak mampuan untuk menginterprestasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual
karena gangguan jaras sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial ) serinng terlihat pada klien dengan
hekiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bawah tubuh.
Kehilangan sensorik karena
stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,dengan
kehilangan proprioseptif (kemampuan untuk merasakan posisi gerakan dan bagian
tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli
visual, taktil, dan auditorius.
a) B4 (Bladder)
Setelah stoke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.kadang-kadang
kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode
ini,dilakukan keteterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
b) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,nafsu makan menurun,mual,dan
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan
nutrisi.pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
c) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik.karena neuron motor atas melintas,gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi ) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus,terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitis fisik. Adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,kehilangan sensorik,atau
paralisis/hemiplegia,mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat (Arif Muttaqin, 2008)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan
volume intrakranial,penekanan jaringan otak,dan edema serebri.
b. Perubahan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan perdarahan intraserebri,oklusi otak, vasospasme dan edema
otak.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun,penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran.
d. Hambatan mobillitas fisik berhubungan
dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromaskular
pada ekstremitas.
e. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan
penurunan luas lapang pandang. Penurunan sensasi rasa
(panas, dingin).
f. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan neuromaskular,menurunnya kekuatan dan kesadaran,kehilangan kontrol
/koordinasi otot.
h. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak,kehilanga
kontrol tonus otot fasial atau oral ,dan kelemahan secara umum.
i.
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.
j.
Ketakutan
berhubungan dengan parahnya kondisi.
k. Perubahan konsep diri berhubungan dengan
perubahan persepsi.
l.
Resiko
ketidakpatuhan penatalaksanaan regime pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi,perubahan status kognitif.
m. Gangguan persepsi sensorik berhubungan
dengan penurunan sensorik,penurunan penglihatan.
n. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi)
berhubungan dengan imobilisasi asupan cairan yang tidak adekuat.
o. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia
uri) berhubungan dengan lesi pada neuron motor atas
p. Resiko infeksi berhubungan dengan sistem
pertahanan primer (cedera pada jaringan paru, penurunan aktifitas silia ) malnutrisi tindakan infasif.
q. Resiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual
berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada ekstremitas.
r.
Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan perubahan status sosial,ekonomi, dan harapan
hidup.
s. Gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan non verbal,penilaian negatif
terhadap tubuh,ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan, berfokus pada penampilan, kekuatan, dan fungsi
masa lalu, kehilangan atau perubahan dalam pekerjaan, tidak dapat menyentuh atau melihat bagian-bagian tubuh.
t.
Kecemasan
berhubungan dengan ancaman ,kondisi sakit dan perubahan kesehatan.
3. Rencana Asuhan Keperawatan Teoritis
a. Diagnosa Keperawatan 1
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam diharapakan
tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
2) Kriteria Hasil
a) Klien tidak gelisah
b) Klien tidak mengeluh nyeri kepala
c) Klien tidak mengeluh mual dan muntah
d) Terjadi peningkatan pada Tingkat kesadaran
e) Tidak terdapat papiledema.
f) TTV dalam batas normal
3) Intervensi
Mandiri
a) Kaji faktor penyebab dari
situasi/keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
Rasional:
Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,mengkaji status neurologis
/ tanda-tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan
b) Memonitor TTV tiap 4 jam
Rasional:
Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan
baik,penurunan dari otoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi
lokal vaskularisasi darah serebri. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolik),maka di barengi dengan
peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan tekanan
darah,bradikardi,distritmia,dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
c) Evaluasi pupil
Rasional:
Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari
gangguan saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatis
dan parasimpatis merupakan respons reflek saraf kranial.
d) Monitor temperatur dan pengaturan suhu
lingkungan
Rasional:
Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme
an O2 akan menunjang
peningkatan TIK.
e) Pertahankan kepala atau leher pada posisi
netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan
bantal yang tinggi pada kepala.
Rasional:
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena
serebri) sehingga dapat meningkatkan TIK.
f) Berikan periode istirahat antara tindakan
perawatan dan batasi lamanya prosedur.
Rasional:
Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan komulatif.
g) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa
nyaman seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah,
dan suasana/ pembicaraan yang tidak gaduh.
Rasional:
Memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons
psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.
h) Cegah dan hindari terjadinya valsava manuver
Rasional:
Mengurangi tekanan intrakranial an intraabdominal sehingga menghindarkan
peningkatan TIK
i)
Bantu
klien jika batuk, muntah.
Rasional:
Aktivitas ini dapat meningkatkan intratorak atau tekanan dalam torak dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan TIK.
j)
Kaji
peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari
Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi penignkatan tekanan
intrakranial atau memberikan refleks nyeri diman klien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat
meningkatkan TIK.
k) Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder,
pertahankan drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor
terdapatnya konstipasi.
Rasional:
Dapat meningkatkan respons otomatis yang potensial menaikkan TIK
l)
Berikan
penjelasan kepada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab-akibat TIK
meningkat.
Rasional:
Meningkatkan kerjasama dalam menigkatkan perawatan klien dan menguangi
kecemasan.
m) Observasi tingkat kesadaran dengan GCS.
Rasional:
Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi
a) Pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional:
Mengurangi hipoksemia ,dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebri dan
volume darah dan menaikkan TIK.
b) Berikan cairan intravena sesuai dengan
yang di indikasikan.
Rasional:
Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menurunkan edema
serebri,peniingkatan minimum pada pembuluh darah,tekanan darah dan TIK.
c) Berikan steroid seperti dexametason,metil
prednisolon.
Rasional:
Untuk menurunkan implamasi (radang) dan mengurangi edema jaringn.
d) Beri obat osmotik diuretik seperti
manitol, furosid.
e) Rasional:
Diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari
sel-sel otak, dan mengurangi edema serebri dan TIK.
f) Beri analgesik narkotik seperti kodein
Rasional:
Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif
pada TIK tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk mencegah da menurunkan
sensasi nyeri.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan akumulasi sekret,kemampuan batuk menurun,penurunan mobilitas
fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dalam waktu 2x24 jam klien mampu meningkatkan dan
mempertahankan keefektifan jalan napas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.
2) Kriteria Hasil
a) Bunyi napas terdengar bersih
b) Ronchi tidak terdengar
c) Selang trakea bebas sumbatan
d) Menunjukkan batuk yang efektif
e) Tidak ada lagi sumbatan secret di saluran
napas
f) RR dalam batas normal
3) Intervensi
Mandiri
a) kaji keadaan jalan napas
Rasional:
Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret,sisa cairan
muskus,perdarahan,bronkospasme,dan/atau posisi dari trakeastomi yang berubah.
b) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi
suara napas pada kedua paru (bilateral).
Rasional:
Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar dari paru-paru
menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian bawah tersumbat
dapat terjadi pada pneumonia/ateletaksis akan menimbulkan perubahan suara napas
seperti ronchi atau mengi.
c) Anjurkan klien mengenai teknik batuk
selama pengisapan ,seperti waktu bernapas panjang,batuk kyat,bersin jira ada
indikasi.
Rasional:
Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sek.ret dari saluran napas.
d) Atur/ubah posisi secara teratur (tiap 2
jam)
Rasional:
Mengatur pengeluaran secret dan ventilasi segmen paru-paru,mengurangi
resiko atelektasis.
e) Berikan minum hangat jika keadaan
memungkinkan
Rasional:
Membantu pengenceran secret,mempermudah pengeluaran secret.
Membantu pengenceran secret,mempermudah pengeluaran secret.
f) Jelaskan kepada klien tentang kegunaan
batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan secret di saluran
pernapasan.
Rasional:
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik.
g) Ajarkan klien metode yang tepat untuk
mengontrol batuk.
Rasional:
Batuk yang tidak terkontrol adalah melalahkan da tidak efektif,menyebabkan
frustasi.
h) Latih napas dalam dan perlahan saat duduk
setegak mungkin.
Rasional:
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
i)
Lakukan
pernapasan diafragma.
Rasional:
Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
j)
Tahan
napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan,keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
Rasional:
Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi
sekret.
k) Lakukan napas kedua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
Rasional:
Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan uapaya batuk klien.
Kolaborasi
Pemberiaan obat bronkodilator sesuai indikasi seoerti aminofilin,
meta-proterenol sulfat (alupen),adoetarin hidrochlorida (bronkosol).
Rasional:
Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi otot/bronkospasme
c. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan
dan kesaran, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan
Stelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dalam waktu 3x 24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.
2) Kriteria Hasil
a. Klien dapat
menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan meawat diri.
b. Klien mampu
melakukan aktivitas peerawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan
c. Mengidentifikasi interpersonal / masyarakat
yang dapat membantu
3) Intervensi
Mandiri
a) Kaji kemampuan
dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL.
Rasional:
Membantu Dalam mengantisipasi dan merencanakan
pertemuan kebutuhan individual
b) Hindari apa yang
tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
Rasinal:
Bagi klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah
frustasi dan harga diri klien.
c) Rencanakan tindakan untuk defisit
penglihatan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam satu tempat, dekatkan
tempat tidur ke dinding.
Rasional:
Klien akan mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat keluar masuknya
orang ke ruangan.
d) Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK.
Kemampuan menggunakan urinal pispot. Antarkan kekamar mandi bila kondisi
memungkinkan.
Rasional:
Kemampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah
pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neorogenik.
Kolaborasi
a) Kemampuan berkomunikasi dengan perawat
dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah
neorogenik.
Rasional:
Pertolongan utama terhadap fungsi usus/defekasi
b) Konsultasikan ke dokter terapi okupasi.
Rasional:
Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus
d. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dalam waktu 3 x 24 jam
kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
2) Kriteria Hasil
a) Turgor baik
b) Asupan dapat masuk sesuai kebutuhan
c) Terdapat kemampuan menelan
d) BB meningkat 1 kg
e) Hb dan albumin dalam batas normal
3) Intervensi
Mandiri
a) Observasi tekstur, turgor kulit
Rasional:
Mengetahui status nuturisi klien.
b) Lakukan oral higiene.
Rasional:
Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.
c) Tentukan kemampuan kien dalam mengunyah,
menelan, dan refleks batuk.
Rasional:
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
d) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada
waktu, selama, dan sesudah makan.
Rasional:
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
e) Letakkan makanan pada daerah mulut yang
tidak terganggu
Rasional:
Memberikan simulasi sensorik ( termasuk rasa kecap ) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan intake nutrisi.
f) Mulailah untuk memberikan makan per oral
setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air.
Rasional:
Makan lunak / cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan tim dokter
untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang
Rasional:
Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu melalui mulu
e. Gangguan eliminasi alvi ( konstifasi )
berhubungan dengan imobilisasi, asupan
cairan yang tidak adekuat
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dalam waktu 2 x 24 jam
pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi
2) Kriteria Hasil
a) Klien dapat terdefekasi secara spontan dan
lancar tanpa menggunakan obat
b) Konsistensi feses lembek berbentuk
c) Tidak teraba massa pada kolon (scibala)
d) Bising
usus dalam batas normal (15 – 30 x/menit)
3) Intervensi
Mandiri
a) Auskultasi pada bising usus.
Rasional:
Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik.
b) Anjurkan pada klien untuk makan makanan
yang mengandung serat.
Rasional:
Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristalti dan eliminasi
regular
c) Bila klien mampu minum berikan asupan
cairan yang cukup (2 liter per hari) jika tidak ada kontraindikasi
Rasional:
Masukkan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang
sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular.
d) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan
klien.
Aktifitas fisik regular membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot
abdomen dan merangsang dan membantu merangsang nafsu makan dan feristaltik.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses ( laksatif,
supositoria, enema )
Rasional:
Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembahasan air usus, yang melunakkan
massa feses dan membantu eliminasi
sangat membantu sekali,, thankss
BalasHapussemoga bermanfaat
Hapusbagus... bab 3 nya mana?
BalasHapus