makalah asuhan HIV/AIDS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Anatomi Dan Fisiologi Sistem Hematologi Dan Imunologi
Sistem imun terbentuk dari sel-sel darah putih, sum-sum tulang, dan jaringan limpoid yang mencakup kelenjar  tymus, kelenjar lymfe, lyen, tonsil, serta adenoid dan jaringan yang serupa. Imunitas mengacu pada respon protektif tubuh yang spesifik terhadap benda asing atau mikroorganisme yang menginvasinya. kelainan pada sistem imun dapat berasal dari kelebihan atau kekurangan sel-sel imuno kompoten, perubahan pada fungsi sel-sel ini, serangan imunologi terhadap antigen sendiri, atau respon yang  tidak tepat atau yang berlebihan terhadap antigen spesifik (Sudoyo, 2006).

Gambar : 2.1

Ada 2 tipe umun imun, yaitu:
1.      Imunitas alamiah, yaitu: akan memberikan respon non spesifik terhadap setiap penyerang asing tanpa meperhatikan komposisi penyerang tersebut
2.      Imunitas di dapat, yaitu: terjadi setelah seseorang  terserang penyakit  atau mendapatkan imunitas yang menghasilkan respon imun yang bersifat protektif (Wiwik, 2008).
Ada 3 cara pertahanan sistem imun, yaitu:
1.      Respon imun fagositik, meliputi sel darah putih (granulosit dan makrofag) yang memakan partikel asing, sel ini bergerak ketempat serangan, menelan dan menghancurkan mikroorganisme tersebut
2.      Respon humoral (antibodi), bekerja dengan terbentuknya lymfosid yang dapat mengubah dirinya menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi
3.      Respon imun seluler, melibatkan lymposid, selain menjadi plasma, lymposid juga berubah menjadi sel-sel  T sitotoksik  khusus yang dapat menyerang (Sudoyo, 2006).

Sistem hematologi terdiri dari darah dan empat produksi darah, sum-sum tulang dan kelenjar getah bening. Darah terdiri dari tiga sel utama yaitu, sel darah merah(RBC)/eritrosit, sel darah putih (WBC)/leukosit, dan platelet/trombosit. Komponen cairan darah yang disebut plasma terdiri dari 91-92% air yang berperan sebagai medium transport, 8 sampai 9 % zat padat. Zat padat tersebut anatara lain protein-protein seperti albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan dan enzim. Unsur organik seperti zat nitrogen nonprotein(urea, asam urat, xantin, kreatinin, asam amino), lemak netral, fosfolipid, kolesterol, dan glukosa, dan unsur anorganik, berupa natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, kalium, magnesium, fosfor, besi dan iodium (Sylvia, 2006).
Organ pembentuk darah yaitu Sebelum bayi lahir, hatinya berperan sebagai organ utama dalam pembentukan darah. Saat tumbuh menjadi seorang manusia, fungsi pokok hati adalah menyaring dan mendetoksifikasi segala sesuatu yang dimakan, dihirup, dan diserap melalui kulit. Ia menjadi pembangkit tenaga kimia internal, mengubah zat gizi makanan menjadi otot, energi, hormon, faktor pembekuan darah, dan kekebalan tubuh. Yang menyedihkan, umumnya kita hanya memiliki sedikit pemahaman tentang fungsi hati yang sedemikian rumit, vital, dan bekerja tiada henti.
Organ yang terlibat dalam sistem kekebalan tubuh, yaitu:
1.      Nodus Limfe
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantor-kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit. Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh limfatik menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang berada di sekitar pembuluh limfatik kapiler. Cairan getah bening yang kembali ke pembuluh limfatik sesaat setelah melaku-kan kontak ini membawa serta informasi mengenai jaringan tadi. Informasi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini akan diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening.
2.      Timus
Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau organ yang belum berkembang sempurna dan oleh para ilmuwan evolusionis dimanfaatkan sebagai bukti evolusi. Namun demikian, pada tahun-tahun belakangan ini, telah terungkap bahwa organ ini merupakan sumber dari sistem pertahanan kita
3.      Sumsum Tulang
Sumsum tulang janin di rahim ibunya tidak sepenuhnya mampu memenuhi fungsinya memproduksi sel-sel darah. Sumsum tulang mampu mengerjakan tugas ini hanya setelah lahir. Pada tahap ini, limpa akan bermain dan memegang kendali. Merasakan bahwa tubuh membutuhkan sel darah merah, trombosit, dan granulosit, maka limpa mulai memproduksi sel-sel ini selain memproduksi limfosit yang merupakan tugas utamanya
4.      Limpa
            Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilak-sanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan. Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah (sel darah merah dan trombosit). Kata “menyimpan” mungkin menimbulkan kesan seakan ada ruang terpisah dalam limpa yang dapat dijadikan tempat penyimpanan. Padahal limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia untuk sel darah merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh suatu penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar.


B.       Definisi
HIV adalah singkatan human immunodefisiency virus yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh rentan terhadap  penyakit. Menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir). AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus  (Suzane c. Smetzler dan Brenda G. Bare, 2001).
AIDS (acquired immun defisiency syndrome) adalah suatu penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV yang ditandai dengan imunosupresi berat yang menimbulkan infeksi oportunistik, neoplsma sekunder dan menifestasi neurologi. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang di sebabkan oleh infeksi HIV. HIV/AIDS merupakan penyakit yang di tularkan melalui, kontak seksual, meski  HIV terdapat sebagian besar dalam cairan tubuh, HIV sebenarnya adalah patogen yang di tularkan melalui darah, agar tidak terjadi  penularan maka harus terjadi pertukaran cairan tubuh terutama darah (Sylvia, 2006).


Gambar : 2.2

C.      Etiologi


Gambar : 2.3 Virus HIV

Etiologi dari penyakit ini adalah virus HIV. Di dunia dikenal 2 tipe HIV yaitu: HIV-1 yang di temukan pada tahun 1983,dan HIV-2  yang di temukan pada tahun 1986 pada pasien AIDS di Afrika Barat. HIV merupakan suatu virus RNA bentuk sferis dengan diameter 1000 angstrom termasuk retrovirus dari family lentrivirus. Strukturnya terdiri dari lapisan luar atau envelop yang terdiri atas glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp4, bagian dalam nya terdapat lapisan ke 2 yang terdiri dari protein p17 setelah itu terdapat inti HIV yang di bentuk oleh protein p24, di dalam inti (Sudoyo, 2006).
 Sel yang merupakan target utama HIV adalah sel yang mempunyai reseptor CD4, yaitu limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) dan monosit/ makrofag. Beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara in vivo atau in vitro adalah megakariosit, epidermal langerhans, periferal dendritik, folikular dendritik, mukosa rektal, mukosa saluran cerna, sel serviks, mikroglia, astrosit, sel trofoblast, limfosit CD8, sel retina, dan epital ginjal. Beberapa sel yang pada mulanya dianggap CD4 negatif, ternyata juga dapat terinfeksi HIV namun kemudian diketahui bahwa sel-sel tersebut mempunyai kadar CD4 rendah (Smeltzer, 2001).
Sel tersebut antara lain adalah se mieloid progenitor CD34+ dan sel limfosit tripel negatif. Di samping itu memang ada sel yang benar-benar CD4 negatif tetapi dapat terinfeksi HIV. Jalur penularan utama dari penyakit HIV/AIDS adalah hubangan seksual yang tidak sehat di lakukan dengan pasangan yang berganti-ganti, narkoba, pecandu obat-obatan, menggunakan jarum suntik yang bergantian, pembuatan tato yang menggunakan jarum yang tidak diganti (Wiwik, 2008).

D.    Patofisiologi
HIV tergolong dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam dioksiribonukleat (DNA).Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya atau kapsul viral terdiri dari lemak lapis ganda yang mengandung banyak tonjolan protein. Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein gp120 dan gp41. Gp mengacu pada glikoprotein dan angka mengacu kepada massa protein dalam ribuan Dalton, Gp120 adalah selubung permukaan eksternal duri dan gp41 adalah bagian transmembran (Smeltzer, 2001)
Terdapat suatu protein matriks yang disebut p17 yang mengelilingi segmen bagian dalam mebran virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang disebut p24. didalam kapsid, p24, terdapat dua untai RNA identik dan molekul preformed reverse transcriptase, integrase dan protease yamg sudah terbentuk. HIV adalah suatu retrovirus sehingga materi genetik berada dalam bentuk RNA bukan DNA. Reverse transcriptase adalah enzim yang menstanskripsikan RNA virus menjadi DNA setelah virus masuk ke sel sasaran. Enzim-enzim lain yang menyertai RNA adalah integrase dan protease (Sudoyo, 2006).
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul reseptor membran CD4. Sejauh ini sel yang disukai oleh HIV adalah limfosit T penolong positif-CD4, atau sel T (limfosit CD4+). Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencangkup monosit dan makrofag. Monosit dan Makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoar untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politrofik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel natural killer, limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel Langerhans, sel dendritik, sel mikrolia, dan berbagai jaringan tubuh (Prince, 2001).
Replikasi HIV berlanjut sepanjang periode latensi klinis, bahkan saat hanya terjadi aktivitas virus yang minimal dalam darah. HIV ditemukan dalam jumlah besar di dalam limfosit CD4+ dan makrofag di seluruh sistem limfoid pada semua tahap infeksi. Partikel-partikel virus juga telah dihubungkan dengan sel-sel dendritik folikular, yang mungkin memindahkan infeksi ke sel-sel selama migrasi melalui folikel-folikel limfoid ( Wiwik, 2008).

E.     Evidance Based
Virus HIV adalah Suatu virus yang paling mematikan, yang hingga kini ditemukan obat nya. Informasi terbaru dalam dunia kesehatan mengemukakan bahwa virus penyebab AIDS, human immunodeficiency virus (HIV) diperkirakan telah ada sejak sekitar 32.000 hingga 75.000 tahun (Sudoyo, 2006).
Banyak penelitian menyebutkan bahwa HIV menginfeksi monyet ribuan tahun silam dan bukan ratusan ribu tahun. Tapi, penelitian dari Tulane Universiti New Orleans menyatakan bahwa “nenek moyang” virus HIV yakni SIV telah menginfeksi monyet pertama kali puluhan tahun silam dan mungkin sejak jutaan tahun silam. Penelitian yang dilakukan Tulane University dan University Arizona menggunakan analisa terhadap SIV yang ditemukan pada tengkorak menyet yang ditemukan di Bioko (kini masuk wilayah Kamerun). Tengkorak tersebut berusia sekitar 10.000 tahun. Penelitian itu dipublikasikan pada Journal Science edisi 17 september. Pemelitan sebelumnya menyatakan virus HIV berusia ratusan tahun. Menurut ahli virus Tulane University Preston Marx,”secara biologi dan goografi SIV berkembang sedemikian rupa dari Samudera Atlantik ke Samudera Hindia sampai keujung Afrika (Arif Syafiddin, 2005). 

F.     Tanda dan Gejala

 







Gambar : 2.4 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala klinis menurut WHO
Stadium Klinis I :
1.      Asimtomatik (tanpa gejala)
2.      Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening atau limfe seluruh tubuh)
3.      Skala Penampilan
Stadium Klinis II :
1.      Berat badan berkurang
2.      Diare berkepanjangan > 1 bulan
3.      Jamur pada mulut
4.      TB Paru
5.      Infeksi bakterial berat
6.      Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
7.       Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)



Menurut Arif Syafiddin (2005), Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah
1.      Gejala mayor :
a.       Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1bulan
b.      Diare kronik lebih dari 1 bulan
c.       Demam lebih dari 1 bulan
d.      Penurunan kesadaran dan gangguan neurologi
e.       Penurunan imunitas yang hebat
f.       Syndrom kelelehan karena infeksi HIV
2.      Gejala minor:
a.      Batuk menetap selama lebih dari 1 bulan
b.      Dermatitis generalisata  yang gatal
c.      Herpes zoster yang berulang
d.     Kandidosis orofaring
e.      Herpes simpleks kronis progresif
f.       Limfadenopati generalisata
g.      Infeksi jamur berulang pada alat kelamin

G.    Stadium Hiv/Aids
Menurut Sudoyo (2009 ), stadium HIV/AIDS antara lain :
1.    Stadium HIV
Di mulai dengan masuknya HIV yang di ikuti terjadinya perubahan serologik ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif menjadi positif waktu masuknya HIV ke dalam tubuh hingga HIV positif selama 1-3 bulan atu bisa sampai 6 bulan ini yang disebut (window priode)
2.      Stadium asimtomatis (tanpa gejala)
Menunjukan di dalam orga tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukan gejala dan dapat berlangsung lima sampai sepuluh tahun.


3.    Stadium pembesaran kelenjar limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata dan berlangsung dri satu bulan
4.   Stadium AIDS
Tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai dengan macam macam penyakit infeksi sekunder

H.      Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Sudoyo (2009), pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS adalah
1.       ELISA
Pemeriksaan enzim limked imunosorbent assay bereaksi terhadap adanya anti body dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi jumlah virus yang lebih besar. Biasanya hasil uji elisa mungkin masih akan negatif 6-12 minggu setelah pasien terinfeksi.
2.       Western blot
Wastern blok merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan berarti tes negatif. Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu dengan sampel yang sama.
3.       PCR (polymerase Chain Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang lain tidak jelas.
Menurut WHO ada 3 strategi pemeriksaan anti body terhadap HIV sebagai berikut:
1)      Strategi I
Hanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan non reaktif dianggap tidak terinfeksi HIV.


2)      Strategi II
Menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertam memberikan hasil reaktif. Jika pemeriksaan pertama non rekatif maka di laporkan hasil tesny negatif. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua ada non reaktif maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak sama maka dilaporkan sebagai indeterminate.
3)        Strategi III
Menggunakan tiga kali pemeriksaan bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga reaktif maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV

I.         Penatalaksanaan Medis
Menurut Sudoyo (2009), Penatalaksanaan infeksi HIV/AIDS meliputi penatalaksanaan fisik, psikologis dan sosial. Penatalaksanaan medis terdiri atas:
1.      Pengobatan suportif
a.         Nutrisi dan vitamin yang cukup
b.        Pandangan hidup yang positif
c.         Tetap beraktivitas dan menjalankan hobby seperti biasa
d.        Dukungan psikologis
e.         Dukungan sosial
2.      Pengobatan antirotroviral
a.         Asimtomatik, CD4> 500 tapi RNA HIV tinggi
b.        Asimtomatik, CD4> 350 (boleh di tunda bila  CD4> 350 dan viral load rendah < 10.000)





J.      Komplikasi
Komplikasi Tergantung infeksi yang terpajan pada pasien setelah sistem imunnya mengalami penurunan seperti :
1.      TB pada paru atau ekstra pulmoner
2.      Herpes simpleks
3.      Kompleks dimensia AIDS
4.      Diare kronik
5.      Herpes zoster
6.      Kandidosis pada trakea,bronkus atau paru
7.      Pneumocystis carrini pneumonia
8.      Salmonela septikenia rekurens
9.      Toksoplasmosis pada otak

K.      Asuhan Keperawatan Teoritis
1.    Pengkajian
Menurut Doengoes (2000), pengkajian adalah
a.       Aktivitas
Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi    kelelahan atau   malaise, perubahan pola tidur.
Tanda : tanda kelemahan otot, menurunya massa otot, respon fisiologis    terhadap aktivitas seperti perubahan TD,frekuensi jantung, pernapasan.
b.      Sirkulasi
Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat (bilaanemia) pendarahan lama (jarang terjadi).
Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah postural, Menurunyavolume nadi perifer, pucat, sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c.       Elimasi
Gejala  : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau dengandisertai keram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
Tanda  : feses encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah,diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perianal, perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine.
d.      Integritas ego
Gejala  : faktor yang berhubungan dengan kehilangan misalnya: lingkungan keluarga, hubungan dengan orang   lain.
Tanda    : depresi, menarik diri, takut, perubahan alam perasaan, kacau.
e.       Makanan/Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, aneroksia, muntah, Penurunan berat badan.
Tanda  :distensi abdominal, bising usus, ulkus mulut,
f.       Neurosensori
Gejala  : kurang atau penurunan koordinasi, disorientasi, Kurang konsentrasi,   pusing, kesemutan.
Tanda: paranoid, perubahan status mental, apatis, konsentrsi buruk.

g.      Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala   : Nyeri umum atau lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki, sakitkepala, nyeri pada pleuritis.
Tanda : pembekakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan, gerak otot melindungi gerak yang sakit.
h.      Pernapasan
Gejala  : napas pendek yang progresif, batuk sesak pada dada.
Tanda : takipnea, distres pernapasan, perubahan pada bunyi napas, bunyi nafas adventisius, sputum : (pada pnemonia yang mempunyai sputum ).
i.        Keamanan
Gejala : riwayat jatuh, tebakar, pingsan, luka yang lambat proses penyembuhanya, riwayat menjalani, tranfusi darah yang sering atau berulang, riwayat penyakit defesiensi imun
Tanda : perubahan integritas kulit, terpotong, ruam, mistekzema, rektum : luka perinial, atau abses, timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
2.    Diagnosa keperawatan
a.         Pola napas tak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan muskuler otot pernapasan, proses infeksi, menahan sekresi, ganguan pertukaran gas.
b.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan atau perubahan pada kemampuan untuk mencerna, mengunyah, gangguan instetinal.
c.         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan depresi sistem imun,penggunaan agen anti mikroba,status cairan tubuh, proses penyakit kronis, leokositosis, destruksi jaringan.

d.        Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hypermetabolysme, demam, kehilangan yang berlebihan, pembatasan masukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah postpartum

makalah myopia