makalah asuhan HIV/AIDS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anatomi
Dan Fisiologi Sistem Hematologi Dan Imunologi
Sistem imun terbentuk
dari sel-sel darah putih, sum-sum tulang, dan jaringan limpoid yang mencakup
kelenjar tymus, kelenjar lymfe, lyen,
tonsil, serta adenoid dan jaringan yang serupa. Imunitas mengacu pada respon
protektif tubuh yang spesifik terhadap benda asing atau mikroorganisme yang
menginvasinya. kelainan pada sistem imun dapat berasal dari kelebihan atau
kekurangan sel-sel imuno kompoten, perubahan pada fungsi sel-sel ini, serangan
imunologi terhadap antigen sendiri, atau respon yang tidak tepat atau yang berlebihan terhadap
antigen spesifik (Sudoyo,
2006).
Gambar : 2.1
Ada 2 tipe umun imun, yaitu:
1.
Imunitas
alamiah, yaitu: akan memberikan respon non spesifik terhadap setiap penyerang
asing tanpa meperhatikan komposisi penyerang tersebut
2.
Imunitas
di dapat, yaitu: terjadi setelah seseorang
terserang penyakit atau
mendapatkan imunitas yang menghasilkan respon imun yang bersifat protektif
(Wiwik, 2008).
Ada 3 cara pertahanan
sistem imun, yaitu:
1.
Respon
imun fagositik, meliputi sel darah putih (granulosit dan makrofag) yang memakan
partikel asing, sel
ini bergerak ketempat serangan, menelan dan menghancurkan mikroorganisme
tersebut
2.
Respon
humoral (antibodi), bekerja dengan terbentuknya lymfosid yang dapat mengubah
dirinya menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi
3.
Respon
imun seluler, melibatkan lymposid, selain menjadi plasma, lymposid juga berubah
menjadi sel-sel T sitotoksik khusus yang dapat menyerang (Sudoyo, 2006).
Sistem hematologi terdiri dari darah
dan empat produksi darah, sum-sum tulang dan kelenjar getah bening. Darah
terdiri dari tiga sel utama yaitu, sel darah merah(RBC)/eritrosit, sel darah
putih (WBC)/leukosit, dan platelet/trombosit. Komponen cairan darah yang
disebut plasma terdiri dari 91-92% air yang berperan sebagai medium transport,
8 sampai 9 % zat padat. Zat padat tersebut anatara lain protein-protein seperti
albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan dan enzim. Unsur organik seperti zat
nitrogen nonprotein(urea, asam urat, xantin, kreatinin, asam amino), lemak
netral, fosfolipid, kolesterol, dan glukosa, dan unsur anorganik, berupa
natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, kalium, magnesium, fosfor, besi dan
iodium (Sylvia, 2006).
Organ
pembentuk darah yaitu Sebelum bayi lahir, hatinya berperan sebagai organ utama
dalam pembentukan darah. Saat tumbuh menjadi seorang manusia, fungsi pokok hati
adalah menyaring dan mendetoksifikasi segala sesuatu yang dimakan, dihirup, dan
diserap melalui kulit. Ia menjadi pembangkit tenaga kimia internal, mengubah
zat gizi makanan menjadi otot, energi, hormon, faktor pembekuan darah, dan
kekebalan tubuh. Yang menyedihkan, umumnya kita hanya memiliki sedikit
pemahaman tentang fungsi hati yang sedemikian rumit, vital, dan bekerja tiada
henti.
Organ
yang terlibat dalam sistem kekebalan tubuh, yaitu:
1.
Nodus Limfe
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan
kepolisian dan organisasi intel kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada
sistem ini terdapat juga kantor-kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga
dapat menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik
dan kantor-kantor polisi adalah nodus limfa. Polisi dalam sistem ini adalah
limfosit. Sistem
limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan bagi umat
manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di seluruh
tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada pembuluh
limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di sepanjang
pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di
dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.
Cara kerja sistem ini adalah sebagai
berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh limfatik menyebar di seluruh tubuh
dan berkontak dengan jaringan yang berada di sekitar pembuluh limfatik kapiler.
Cairan getah bening yang kembali ke pembuluh limfatik sesaat setelah melaku-kan
kontak ini membawa serta informasi mengenai jaringan tadi. Informasi ini
diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh limfatik. Jika pada
jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini akan diteruskan ke nodus
limfa melalui cairan getah bening.
2. Timus
Selama bertahun-tahun timus dianggap
sebagai organ vestigial atau organ yang belum berkembang sempurna dan oleh para
ilmuwan evolusionis dimanfaatkan sebagai bukti evolusi. Namun demikian, pada
tahun-tahun belakangan ini, telah terungkap bahwa organ ini merupakan sumber
dari sistem pertahanan kita
3. Sumsum
Tulang
Sumsum tulang janin di rahim ibunya
tidak sepenuhnya mampu memenuhi fungsinya memproduksi sel-sel darah. Sumsum
tulang mampu mengerjakan tugas ini hanya setelah lahir. Pada tahap ini, limpa
akan bermain dan memegang kendali. Merasakan bahwa tubuh membutuhkan sel darah
merah, trombosit, dan granulosit, maka limpa mulai memproduksi sel-sel ini
selain memproduksi limfosit yang merupakan tugas utamanya
4. Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilak-sanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan. Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah (sel darah merah dan trombosit). Kata “menyimpan” mungkin menimbulkan kesan seakan ada ruang terpisah dalam limpa yang dapat dijadikan tempat penyimpanan. Padahal limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia untuk sel darah merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh suatu penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar.
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilak-sanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan. Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah (sel darah merah dan trombosit). Kata “menyimpan” mungkin menimbulkan kesan seakan ada ruang terpisah dalam limpa yang dapat dijadikan tempat penyimpanan. Padahal limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia untuk sel darah merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh suatu penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar.
B.
Definisi
HIV adalah
singkatan human immunodefisiency virus yaitu virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh rentan terhadap penyakit. Menunjukkan kelemahan atau
kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa
sejak lahir). AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit
terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (Suzane c. Smetzler
dan Brenda G. Bare, 2001).
AIDS (acquired immun defisiency syndrome) adalah
suatu penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV yang ditandai dengan
imunosupresi berat yang menimbulkan infeksi oportunistik, neoplsma sekunder dan
menifestasi neurologi. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunya
sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang di sebabkan oleh infeksi HIV. HIV/AIDS merupakan
penyakit yang di tularkan melalui, kontak seksual, meski HIV terdapat sebagian besar dalam cairan
tubuh, HIV sebenarnya adalah patogen yang di tularkan melalui darah, agar tidak
terjadi penularan maka harus terjadi
pertukaran cairan tubuh terutama darah (Sylvia, 2006).
Gambar : 2.2
C.
Etiologi
Gambar : 2.3 Virus HIV
Etiologi dari
penyakit ini adalah virus HIV. Di dunia dikenal 2 tipe HIV yaitu: HIV-1 yang di
temukan pada tahun 1983,dan HIV-2 yang
di temukan pada tahun 1986 pada pasien AIDS di Afrika Barat. HIV merupakan
suatu virus RNA bentuk sferis dengan diameter 1000 angstrom termasuk retrovirus
dari family lentrivirus. Strukturnya terdiri dari lapisan luar atau envelop
yang terdiri atas glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp4, bagian
dalam nya terdapat lapisan ke 2 yang terdiri dari protein p17 setelah itu
terdapat inti HIV yang di bentuk oleh protein p24, di dalam inti (Sudoyo, 2006).
Sel yang merupakan target utama HIV adalah sel
yang mempunyai reseptor CD4, yaitu limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) dan
monosit/ makrofag. Beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan
secara in vivo atau in vitro adalah megakariosit, epidermal langerhans,
periferal dendritik, folikular dendritik, mukosa rektal, mukosa saluran cerna,
sel serviks, mikroglia, astrosit, sel trofoblast, limfosit CD8, sel retina, dan
epital ginjal. Beberapa sel yang pada mulanya dianggap CD4 negatif, ternyata
juga dapat terinfeksi HIV namun kemudian diketahui bahwa sel-sel tersebut mempunyai
kadar CD4 rendah (Smeltzer,
2001).
Sel tersebut antara
lain adalah se mieloid progenitor CD34+ dan sel limfosit tripel negatif. Di
samping itu memang ada sel yang benar-benar CD4 negatif tetapi dapat terinfeksi
HIV. Jalur penularan utama dari penyakit HIV/AIDS adalah hubangan seksual yang
tidak sehat di lakukan dengan pasangan yang berganti-ganti, narkoba, pecandu
obat-obatan, menggunakan jarum suntik yang bergantian, pembuatan tato yang
menggunakan jarum yang tidak diganti (Wiwik,
2008).
D. Patofisiologi
HIV tergolong dalam
kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukan bahwa virus
tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam
dioksiribonukleat (DNA).Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat.
Selubung luarnya atau kapsul viral terdiri dari lemak lapis ganda yang
mengandung banyak tonjolan protein. Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein
gp120 dan gp41. Gp mengacu pada glikoprotein dan angka mengacu kepada massa
protein dalam ribuan Dalton, Gp120 adalah selubung permukaan eksternal duri dan
gp41 adalah bagian transmembran (Smeltzer,
2001)
Terdapat suatu protein
matriks yang disebut p17 yang mengelilingi segmen bagian dalam mebran virus.
Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang disebut p24. didalam
kapsid, p24, terdapat dua untai RNA identik dan molekul preformed reverse
transcriptase, integrase dan protease yamg sudah terbentuk. HIV adalah suatu
retrovirus sehingga materi genetik berada dalam bentuk RNA bukan DNA. Reverse
transcriptase adalah enzim yang menstanskripsikan RNA virus menjadi DNA setelah
virus masuk ke sel sasaran. Enzim-enzim lain yang menyertai RNA adalah
integrase dan protease (Sudoyo,
2006).
HIV menginfeksi sel
dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul reseptor membran
CD4. Sejauh ini sel yang disukai oleh HIV adalah limfosit T penolong
positif-CD4, atau sel T (limfosit CD4+). Sel-sel lain yang mungkin rentan
terhadap infeksi HIV mencangkup monosit dan makrofag. Monosit dan Makrofag yang
terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoar untuk HIV tetapi tidak dihancurkan
oleh virus. HIV bersifat politrofik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia,
seperti sel natural killer, limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel
Langerhans, sel dendritik, sel mikrolia, dan berbagai jaringan tubuh (Prince, 2001).
Replikasi HIV berlanjut
sepanjang periode latensi klinis, bahkan saat hanya terjadi aktivitas virus
yang minimal dalam darah. HIV ditemukan dalam jumlah besar di dalam limfosit
CD4+ dan makrofag di seluruh sistem limfoid pada semua tahap infeksi.
Partikel-partikel virus juga telah dihubungkan dengan sel-sel dendritik
folikular, yang mungkin memindahkan infeksi ke sel-sel selama migrasi melalui
folikel-folikel limfoid ( Wiwik, 2008).
E. Evidance Based
Virus HIV adalah Suatu
virus yang paling mematikan, yang hingga kini ditemukan obat nya. Informasi
terbaru dalam dunia kesehatan mengemukakan bahwa virus penyebab AIDS, human immunodeficiency virus (HIV)
diperkirakan telah ada sejak sekitar 32.000 hingga 75.000 tahun (Sudoyo, 2006).
Banyak penelitian
menyebutkan bahwa HIV menginfeksi monyet ribuan tahun silam dan bukan ratusan
ribu tahun. Tapi, penelitian dari Tulane Universiti New Orleans menyatakan
bahwa “nenek moyang” virus HIV yakni SIV telah menginfeksi monyet pertama kali
puluhan tahun silam dan mungkin sejak jutaan tahun silam. Penelitian yang
dilakukan Tulane University dan University Arizona menggunakan analisa terhadap
SIV yang ditemukan pada tengkorak menyet yang ditemukan di Bioko (kini masuk
wilayah Kamerun). Tengkorak tersebut berusia sekitar 10.000 tahun. Penelitian
itu dipublikasikan pada Journal Science edisi 17 september. Pemelitan
sebelumnya menyatakan virus HIV berusia ratusan tahun. Menurut ahli virus
Tulane University Preston Marx,”secara biologi dan goografi SIV berkembang
sedemikian rupa dari Samudera Atlantik ke Samudera Hindia sampai keujung Afrika
(Arif Syafiddin, 2005).
F. Tanda dan Gejala
Gambar : 2.4 Tanda dan Gejala
Tanda
dan gejala klinis menurut WHO
Stadium Klinis I :
1. Asimtomatik
(tanpa gejala)
2. Limfadenopati
Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening atau limfe seluruh tubuh)
3. Skala
Penampilan
Stadium
Klinis II :
1. Berat
badan berkurang
2. Diare
berkepanjangan > 1 bulan
3. Jamur
pada mulut
4. TB
Paru
5. Infeksi
bakterial berat
6. Kanker
kulit (Sarcoma Kaposi)
7.
Radang Otak
(Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
Menurut
Arif Syafiddin (2005), Tanda dan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit ini adalah
1.
Gejala mayor :
a.
Berat badan menurun
lebih dari 10% dalam 1bulan
b.
Diare kronik lebih dari
1 bulan
c.
Demam lebih dari 1
bulan
d.
Penurunan kesadaran dan
gangguan neurologi
e.
Penurunan imunitas yang
hebat
f.
Syndrom kelelehan
karena infeksi HIV
2.
Gejala minor:
a.
Batuk menetap selama
lebih dari 1 bulan
b.
Dermatitis
generalisata yang gatal
c.
Herpes zoster yang
berulang
d.
Kandidosis orofaring
e.
Herpes simpleks kronis
progresif
f.
Limfadenopati
generalisata
g.
Infeksi jamur berulang
pada alat kelamin
G. Stadium Hiv/Aids
Menurut Sudoyo (2009 ), stadium HIV/AIDS
antara lain :
1.
Stadium HIV
Di mulai dengan masuknya HIV yang di
ikuti terjadinya perubahan serologik ketika antibodi terhadap virus tersebut
dari negatif menjadi positif waktu masuknya HIV ke dalam tubuh hingga HIV
positif selama 1-3 bulan atu bisa sampai 6 bulan ini yang disebut (window
priode)
2.
Stadium asimtomatis
(tanpa gejala)
Menunjukan di dalam orga tubuh terdapat
HIV tetapi belum menunjukan gejala dan dapat berlangsung lima sampai sepuluh
tahun.
3.
Stadium pembesaran
kelenjar limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar
limfe secara menetap dan merata dan berlangsung dri satu bulan
4.
Stadium AIDS
Tahap
akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai dengan macam macam penyakit
infeksi sekunder
H.
Pemeriksaan
Diagnostik
Menurut Sudoyo (2009), pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS adalah
1.
ELISA
Pemeriksaan
enzim limked imunosorbent assay bereaksi terhadap adanya anti body dalam serum
dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi jumlah virus
yang lebih besar. Biasanya hasil uji elisa mungkin masih akan negatif 6-12
minggu setelah pasien terinfeksi.
2.
Western blot
Wastern
blok merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi
rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang
ditemukan berarti tes negatif. Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu
dengan sampel yang sama.
3.
PCR (polymerase Chain
Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif untuk infeksi HIV. Tes
ini sering digunakan bila tes yang lain tidak jelas.
Menurut WHO ada 3 strategi pemeriksaan
anti body terhadap HIV sebagai berikut:
1)
Strategi I
Hanya dilakukan satu
kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka dianggap sebagai kasus
terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan non reaktif dianggap tidak terinfeksi
HIV.
2)
Strategi II
Menggunakan dua kali
pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertam memberikan hasil reaktif. Jika
pemeriksaan pertama non rekatif maka di laporkan hasil tesny negatif. Namun
jika hasil pemeriksaan yang kedua ada non reaktif maka pemeriksaan harus diulang
dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak sama maka dilaporkan sebagai
indeterminate.
3)
Strategi III
Menggunakan tiga kali
pemeriksaan bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga reaktif maka
dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV
I.
Penatalaksanaan
Medis
Menurut Sudoyo (2009),
Penatalaksanaan infeksi HIV/AIDS meliputi penatalaksanaan fisik, psikologis dan
sosial. Penatalaksanaan medis terdiri atas:
1.
Pengobatan suportif
a.
Nutrisi dan vitamin
yang cukup
b.
Pandangan hidup yang positif
c.
Tetap beraktivitas dan
menjalankan hobby seperti biasa
d.
Dukungan psikologis
e.
Dukungan sosial
2.
Pengobatan
antirotroviral
a.
Asimtomatik, CD4>
500 tapi RNA HIV tinggi
b.
Asimtomatik, CD4>
350 (boleh di tunda bila CD4> 350 dan
viral load rendah < 10.000)
J.
Komplikasi
Komplikasi Tergantung infeksi yang
terpajan pada pasien setelah sistem imunnya mengalami penurunan seperti :
1.
TB pada paru atau
ekstra pulmoner
2.
Herpes simpleks
3.
Kompleks dimensia AIDS
4.
Diare kronik
5.
Herpes zoster
6.
Kandidosis pada
trakea,bronkus atau paru
7.
Pneumocystis carrini
pneumonia
8.
Salmonela septikenia
rekurens
9.
Toksoplasmosis pada
otak
K.
Asuhan
Keperawatan Teoritis
1.
Pengkajian
Menurut Doengoes
(2000), pengkajian adalah
a.
Aktivitas
Gejala : mudah lelah,
berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya,
progresi kelelahan atau malaise,
perubahan pola tidur.
Tanda : tanda kelemahan otot,
menurunya massa otot, respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan TD,frekuensi jantung, pernapasan.
b.
Sirkulasi
Gejala : proses penyembuhan luka
yang lambat (bilaanemia)
pendarahan
lama (jarang terjadi).
Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah postural,
Menurunyavolume nadi perifer, pucat, sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c.
Elimasi
Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering
atau dengandisertai keram
abdominal, nyeri panggul,
rasa
terbakar saat miksi.
Tanda : feses
encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah,diare pekat yang sering,
nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perianal, perubahan dalam
jumlah, warna, dan karakteristik urine.
d.
Integritas ego
Gejala : faktor yang berhubungan dengan kehilangan misalnya: lingkungan
keluarga, hubungan dengan orang lain.
Tanda :
depresi, menarik diri, takut, perubahan alam perasaan, kacau.
e.
Makanan/Cairan
Gejala : kehilangan nafsu
makan, aneroksia, muntah, Penurunan
berat
badan.
Tanda :distensi abdominal, bising usus, ulkus mulut,
f.
Neurosensori
Gejala : kurang atau penurunan koordinasi,
disorientasi, Kurang konsentrasi, pusing, kesemutan.
Tanda: paranoid,
perubahan status mental, apatis, konsentrsi buruk.
g.
Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri umum atau lokal, sakit, rasa
terbakar pada kaki, sakitkepala, nyeri pada pleuritis.
Tanda : pembekakan pada
sendi, nyeri pada kelenjar,
nyeri
tekan, penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan, gerak otot melindungi
gerak yang sakit.
h.
Pernapasan
Gejala : napas pendek yang progresif, batuk sesak
pada dada.
Tanda : takipnea,
distres pernapasan, perubahan pada bunyi napas, bunyi nafas adventisius, sputum
: (pada pnemonia yang mempunyai sputum ).
i.
Keamanan
Gejala
: riwayat jatuh, tebakar, pingsan, luka yang lambat proses penyembuhanya,
riwayat menjalani, tranfusi darah yang sering atau berulang, riwayat penyakit
defesiensi imun
Tanda : perubahan
integritas kulit, terpotong, ruam,
mistekzema,
rektum : luka perinial, atau abses, timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar
limfe, menurunya kekuatan umum tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
2.
Diagnosa keperawatan
a.
Pola napas tak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan
muskuler otot pernapasan, proses infeksi, menahan sekresi, ganguan pertukaran
gas.
b.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan atau perubahan pada kemampuan untuk mencerna, mengunyah,
gangguan instetinal.
c.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan depresi sistem
imun,penggunaan agen anti mikroba,status cairan tubuh, proses penyakit kronis,
leokositosis, destruksi jaringan.
d.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan status hypermetabolysme, demam, kehilangan yang berlebihan, pembatasan
masukan.
Komentar
Posting Komentar